Nationalgeographic.co.id - Masyarakat adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum adat. Istilah global untuk masyarakat adat adalah indigeneous people dan keberadaan mereka sudah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tak hanya diakui, masyarakat adat juga dihormati oleh PBB karena berperan besar dalam menjaga kelestarian lingkungan dan alam bumi. Sebuah studi global yang terbit di jurnal Nature menyebutkan bahwa masyarakat adat dengan hutan adatnya memiliki peran ganda dalam memerangi perubahan iklim.
Pertama, masyarakat hutan adat yang terjajah terus melawan pendudukan dan penggundulan hutan di tanah yang telah mereka tinggali selama berabad-abad. "Kedua, sejumlah komunitas hutan adat sejak tahun 1990-an menyadari tanggung jawab mereka untuk melindungi hutan untuk kepentingan memerangi perubahan iklim," tulis peneliti dalam laporan studi tersebut.
Meski dihormati oleh PBB, sayangnya, masyarakat adat di berbagai belahan dunia masih terus menghadapi tantangan pada kapitalis yang hendak mengambil wilayah adat mereka. Banyak komunitas adat yang tersingkir dari wilayahnya sendiri karena wilayah adat mereka diambil untuk dijadikan area pertambangan, lahan perkebunan raksasa, hingga tempat pendirian gedung-gedung dengan dalih pembangunan dan ekonomi.
National Geographic Indonesia sempat berbicang dengan Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengenai perjuangan masyarakat adat di era modern ini. Rukka adalah perempuan pertama yang menjadi sekjen di organisasi kemasyarakatan independen yang memperjuangkan kehidupan semua masyarakat adat di Indonesia itu.
Rukka mengatakan bahwa kebanyakan perjuangan masyarakat adat dalam konflik lahan, di Indonesia maupun di negara lain, biasanya berakhir "kalah" karena persoalan dokumen legal dari pemerintah negara masing-masing. Namun, menurutnya, yang menjadi "kemenangan" masyarakat adat lewat perjuangan itu adalah meningkatnya pengetahuan, kesadaran, solidaritas, ketangguhan, serta rasa persatuan di antara mereka dalam mempertahankan wilayah serta nilai-nilai adat mereka.
Kini banyak komunitas adat yang lebih giat dan lebih inovatif dalam menjalankan gerakan-gerakan untuk melindungi wilayah dan masyarakat adat mereka. Banyak gerakan dari beberapa komunitas adat yang bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat adat di wilayah-wilayah lain.
"Masyarakat adat di Indonesia, seperti di Sungai Utik (Kalimantan) dan di Lore Lindu (Sulawesi) itu, yang ada sekolah adat dan ada gerakan pemuda pulang kampung itu sesungguhnya menginspirasi buat teman-teman di luar, termasuk selama COVID," ujar Rukka.
Baca Juga: Lima Sumber Makanan yang Dikembangkan oleh Penduduk Asli Amerika
Baca Juga: Masyarakat Adat Australia Telah Budidayakan Tiram Selama 10.000 Tahun
Baca Juga: Lima Sumber Makanan yang Dikembangkan oleh Penduduk Asli Amerika
Pandemi COVID-19 telah memberi pukulan keras bagi banyak komunitas adat di seluruh dunia. "Karena mereka tidak punya kerangka tanggap darurat seperti yang ada di AMAN, banyak yang jadi korban," kata Rukka.
Banyak komunitas adat di Indonesia yang justru tegar dan kuat menahan gempuran berbagai masalah selama pagebluk virus corona ini. Banyak masyarakat adat di Indonesia mampu berswasembada beras dan bahan pokok lainnya, ketika banyak orang di kota kesulitan mendapat bahan pokok karena masalah naiknya harga dan penimbunan.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Nature,National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR