Nationalgeographic.co.id - Mengapa nyamuk suka menggigit tubuh manusia? Jabawannya jelas, karena nyamuk ingin mengisap darah kita. Namun bagaimana proses gigitan itu berlangsung adalah salah satu misteri dari dunia hewan yang hanya bisa dijelaskan oleh para ilmuwan lewat bantuan mikroskop.
Jika nyamuk hanya mengisap darah kita, dampak bagi tubuh kita tampaknya tak terlalu buruk karena darah yang mereka ambil cuma sedikit. Namun, masalahnya, nyamuk juga kerap membawa partikel asing atau bahkan parasit penyebab berbagai penyakit seperti malaria hingga demam berdarah.
Para peneliti penasaran atas apa yang sebenarnya nyamuk lakukan saat menggigit tubuh manusia. Mereka kemudian menggunakan nyamuk pembawa parasit penyebab malaria dan tikus sebagai hewan percobaaan mereka
Tikus mewakili hewan mamalia dalam percobaan ini. Seperti manusia yang juga mamalia, tikus pun jadi sasaran gigitan nyamuk.
Dalam percobaan ini Valerie Choumet dan rekan-rekannya dari Pasteur Institute dari Paris menggunakan mikroskop dan merekam video proses gigitan nyamuk tersebut pada tikus. Video yang dihasilkan memberikan tampilan yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang apa yang terjadi ketika nyamuk menggigit inang dan meminum darahnya.
Hasil rekaman video menunjukkan adanya benda seperti jarum cokelat yang terlihat seperti mencoba mengubur dirinya sendiri di antara beberapa es batu. Faktanya, ini adalah moncong nyamuk, yang mencari pembuluh darah di daging tikus.
Dalam video terlihat betapa fleksibelnya bagian mulut nyamuk itu. Ujungnya hampir bisa menekuk di sudut kanan, dan menyelidiki di antara sel-sel tikus dengan cara yang benar-benar menyeramkan. Hal ini memungkinkan nyamuk untuk mencari area yang luas tanpa harus menarik bagian mulutnya dan memulai dari awal.
“Saya benar-benar kagum melihat rekaman itu,” kata James Logan, peneliti dari London School of Hygiene and Tropical Medicine yang mempelajari nyamuk, seperi dikutip dari National Geographic.
Baca Juga: Mengapa Kulit Bekas Gigitan Nyamuk Jadi Bentol dan Terasa Gatal?
Baca Juga: Dunia Hewan: Kenapa Ekor Cecak yang Putus Masih Bisa Bergerak?
Baca Juga: Dunia Hewan: Inilah Tujuh Binatang yang Punya Profesi Tidak Biasa
Baca Juga: Dunia Hewan: Mengapa Lalat Suka Makan Tahi, tapi Tidak Sakit?
“Saya telah membaca bahwa bagian mulutnya bergerak di dalam kulit, tetapi benar-benar melihatnya secara real time itu luar biasa. Apa yang Anda anggap sebagai struktur yang kaku, karena harus masuk ke kulit seperti jarum, sebenarnya fleksibel dan dapat dikontrol sepenuhnya. Keajaiban tubuh serangga tidak pernah berhenti membuatku takjub!”
Dari jauh, moncong nyamuk itu mungkin terlihat seperti tabung tunggal, tetapi sebenarnya itu adalah seperangkat alat yang rumit, terbungkus dalam selubung yang disebut labium. Selubung ini memungkinkan enam bagian mulut di dalamnya meluncur ke kulit tikus.
Empat bagian di antaranya adalah sepasang mandibula dan sepasang maksila, yakni filamen tipis yang membantu menembus kulit. Anda dapat melihat bagian-bagian ini melebar ke samping dalam video tersebut.
Ujung maksila adalah berupa pisau bergigi, yang mencengkeram daging saat mereka terjun ke inang. Nyamuk kemudian dapat menekan bagian ini untuk mendorong bagian mulut lainnya lebih dalam.
Jarum pusat besar dalam video sebenarnya adalah dua tabung paralel—hipofaring, yang mengirimkan air liur ke bawah, dan labrum, yang memompa darah kembali. Ketika nyamuk menemukan inangnya, bagian mulut ini mencari pembuluh darah.
Nyamuk-nyamuk sering mengambil beberapa upaya, dan beberapa menit, untuk menemukannya. Dan tanpa diduga, sekitar setengah nyamuk dari yang diuji Choumet gagal melakukannya. Meski mereka semua bisa menggigit, tampaknya banyak yang payah dalam mengisap.
Video yang direkam Choumet menunjukkan apa yang terjadi ketika seekor nyamuk akhirnya menemukan dan menembus pembuluh darah. Rata-rata, para nyamuk minum darah selama sekitar 4 menit dan pada perbesaran yang lebih tinggi, Choumet benar-benar bisa melihat sel darah merah mengalir ke mulut mereka.
Nyamuk-nyamuk itu menyedot begitu keras sehingga pembuluh-pembuluh darah mulai kolaps. Beberapa pembuluh darah bahkan pecah sehingga menumpahkan darah ke ruang sekitarnya. Ketika itu terjadi, nyamuk terkadang mengarahkan moncongnya ke dalam ruang itu selama beberapa detik dan minum langsung dari genangan darah yang telah dibuatnya.
Ketika nyamuk terinfeksi parasit Plasmodium yang menyebabkan malaria, mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk memeriksa pembuluh darah. Tidak jelas mengapa ini terjadi.
Entah apakah penyebabnya adalah parasit dapat mengendalikan sistem saraf serangga atau mengubah aktivitas gen di bagian mulut nyamuk. Atau, nyamuk yang terinfeksi memang jadi lebih sulit dalam menemukan darah, sehingga dengan berlama-lama memeriksa pembuluh darah hal ini mungkin meningkatkan kemungkinan parasit untuk memasuki inang baru.
Berjam-jam setelah gigitan, tim Choumet menemukan Plasmodium di kulit tikus, berkerumun di area yang juga penuh dengan air liur nyamuk. Nyamuk mulai mengeluarkan air liur segera setelah memeriksa kulit tikus, melepaskan zat yang mencegah pembuluh darah menyempit, menghentikan pembekuan darah, dan mencegah peradangan.
Dalam beberapa gigitan, Choumet bisa melihat air liur sebagai gelembung kecil yang menggantung di sekitar ujung mulut nyamuk. Dan bahkan setelah nyamuk berhenti makan, kantong air liur tetap ada di lapisan bawah kulit. Parasit Plasmodium tampaknya tetap di tempat yang sama, mungkin parasit ini bekerja sama dengan bahan kimia saliva untuk menekan sistem kekebalan tikus.
Tim juga menguji tikus yang “diimunisasi”, yang sarat dengan antibodi yang mengenali air liur nyamuk. “Beberapa orang, terutama di Afrika dan Asia, digigit beberapa kali setiap hari, jadi kami ingin mengetahui apakah nyamuk berperilaku berbeda ketika mereka menggigit hewan yang diimunisasi terhadap air liur mereka,” kata Choumet.
Dia menemukan bahwa antibodi bereaksi dengan air liur nyamuk selama gigitan, membentuk gumpalan putih yang terlihat di ujung mulut nyamuk. Ini menyumbat pembuluh darah yang lebih kecil, yang menghentikan nyamuk untuk meminum darah dari sana.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR