Nationalgeographic.co.id—Beberapa orang mungkin mengatakan Julius Caesar adalah tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Romawi. Orang lain mungkin akan menyebutkan Brutus atau Kaisar Augustus. Namun, di antara petinggi-petinggi Romawi yang hebat, ada sosok yang kurang dikenal. Ia adalah pullarius atau pendeta ayam suci. Ya, di zaman Romawi, ayam suci menjadi pengambil keputusan penting yang menggambarkan kehendak dewa. Sulit dipercaya namun itulah kenyataannya.
Pullarius bertanggung jawab untuk memelihara ayam suci dan menggunakannya untuk membuat ramalan. Unggas-unggas suci ini, yang berasal dari pulau Negreponte (sekarang Euboea, dekat Athena). Mereka tidak diberi makan dalam jangka waktu tertentu. Saat dibutuhkan, ayam suci itu akan diberi biji-bijian. Jika mereka memakan biji-bijian itu, usaha yang dikonsultasikan oleh orang Romawi kepada mereka dianggap menguntungkan. Jika tidak, usaha itu tidak mendapatkan dukungan dewa dan karena itu harus ditinggalkan.
Ini hanyalah salah satu dari banyak bentuk ramalan di zaman Romawi kuno. Meski orang Romawi memiliki banyak cara untuk berkomunikasi dengan dewa, ayam-ayam suci itu menjadi pengambil keputusan penting.
Ada banyak cara untuk meramal kehendak para dewa. Misalnya dengan mengamati dan menafsirkan fenomena alam. Tetapi metode meramal yang paling umum, ritual, dan legal adalah meminta seorang pendeta untuk membaca isi perut hewan yang disembelih. Selain itu, pendeta juga meramal dengan memperkirakan makna dari perilaku ayam.
Tugas berat seorang pullarius
Menjadi pendeta ayam suci bukanlah tugas yang mudah. Salah satunya adalah pendeta yang digunakan oleh Lucius Papirius Cursor. Saat bertempur dalam perang Samnite Ketiga (298-290 Sebelum Masehi), Papirius berkonsutasi dengan seorang pullarius.
Pendeta itu pun segera memberi makan para ayam suci. Namun apa yang terjadi, ayam-ayam itu tidak menyentuh biji-bijian yang disediakan.
Di saat yang bersamaan, pasukan Papirius dalam kondisi dan semangat baik untuk bertempur melawan orang Samnit.
Pullarius yang malang itu tidak sampai hati untuk merusak semangat tempur itu. Maka ia pun berbohong dengan mengatakan bahwa ayam-ayam suci itu telah menghabiskan semua biji-bijian. Para ayam makan dengan sangat rakus, kata pendeta itu. “Artinya, dewa merestui pertempuran dan akan memberikan kemenangan bagi pasukan Romawi,” kata Alexander Meddings di laman History Collection.
Senang dengan pertanda baik, Papirius menyusun pasukannya untuk berperang dan mengirim pesan kepada rekan konsulnya untuk memberikan dukungan kavaleri. Tetapi ketika orang-orang Samnit bergerak maju, Papirius terganggu oleh berita bahwa telah terjadi perselisihan tentang pembacaan.
Beberapa pullarius lainnya kurang yakin bahwa ayam suci telah memakan semua jagung. Mereka pun berpendapat bahwa salah satu pullarius itu berbohong.
Pada tahap ini, Papirius berkomitmen penuh untuk pertempuran. Karena itu, dia menyarankan agar pullarius yang telah memberinya bacaannya segera dikirim ke garis depan. Jika dia mengatakan yang sebenarnya, secara logis, dia tidak perlu takut. Jika dia berbohong, para dewa akan menghujaninya dengan murka. Pullarius yang malang itu dikirim ke garis depan untuk memainkan permainan ayamnya sendiri. “Hanya saja kali ini, sayangnya, dia kalah,” tambah Meddings.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR