Mulai muncul lakon pria bertubuh kekar yang terbalut dengan tuxedo hitam, begitu gagah menghias layar. Ketika pemandangan New York dan pria gagah itu, lantas mulai muncul gadis cantik berbalut busana sutra dengan perhiasan gemerlap menghias tubuhnya.
Sebuah pemandangan yang menyenangkan, betapa kaya, betapa bahagia orang-orang Amerika yang mereka lihat saat itu. Tak seperti nasib warga pedalaman yang miskin dan hidup serba susah. Menonton layar tancap saja sudah menjadi kesenangan tersendiri.
Namun, selekas film dimulai, alur cerita lain yang didapatkan. Keduanya mulai beradu aksi di dalam kamar, menunjukkan kemesraan cinta di antara dua insan. Percakapan kecil penuh manja yang berakhir pada adegan yang tak diduga.
Baca Juga: Dari Gagasan Film Indonesia Pertama Sampai Nasionalisme Kemenyan
Baca Juga: Cerita Jelang Masuknya Film ke Hindia Belanda pada Awal Abad ke-20
Baca Juga: Menciptakan Masyarakat Inklusif Bagi Kaum Difabel Lewat Film 'Tegar'
Baca Juga: Namor, 'Villain' Film Black Panther 2 Diambil dari Mitologi Aztec
"Keduanya begitu terbuka, begitu bugil tanpa rasa malu," jelas Rosihan. Sontak, suasana kekeluargaan menjadi canggung. Para gadis yang menonton, mulai membuang muka karena malu. Pemuda-pemuda dengan malu dan canggung, mulai bersuit-suit. Situasi menjadi aneh.
Entah salah siapa, suasana menjadi terganggu dan tidak kondusif. Sinema bergenre dewasa mengganggu kehangatan keluarga yang ingin mencari kesenangan dengan menonton layar tancap bersama.
Pihak Djawatan Penerangan tidak bisa berbuat banyak. Mereka yang punya hajat, tapi orang Tionghoa yang sepenuhnya tahu kondisi di lapangan, termasuk memilihkan sinema apa yang akan ditayangkan. Semua menjadi berantakan.
Meskipun sempat merugikan banyak pihak, pertunjukan layar tancap keliling selalu dibanjiri antusias warga kampung. Tradisi ini bahkan terus-menerus diturunkan hingga kemunculan bioskop modern sejak abad ke-21.
Source | : | Sejarah Kecil "petite histoire", Jilid 1 |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR