Nationalgeographic.co.id – Populasi Roma berada di puncak di abad ke-1 SM sampai akhir abad ke-2 M, sekitar 1 juta penduduk. Diperkirakan orang miskin merupakan persentase yang cukup besar dari jumlah tersebut. Ribuan, mungkin puluhan ribu, tidak hanya miskin tetapi juga melarat dan tunawisma.
Dikutip Wondrium Daily, penyair satir Juvenal, yang hidup sekitar tahun 100 M mendaftarkan harta milik orang Romawi yang miskin sebagai berikut yaitu satu tempat tidur kecil, lemari, peti, enam cangkir, kendi, dan patung kecil. Jadi bagaimana rasanya menjadi orang miskin di Romawi kuno?
Rumah Orang Miskin di Roma Kuno
Seorang lelaki Romawi yang miskin tinggal di apartemen satu kamar, di tempat yang disebut insula atau blok apartemen. Beberapa dari insula ini tingginya tujuh lantai atau lebih. Mereka melayani orang-orang dari berbagai status sosial ekonomi. Apartemen lantai dasar mereka besar dan luas, dan disewakan kepada penyewa terkaya.
Namun, ketika seseorang naik dari lantai ke lantai, mereka menjadi semakin sempit dan tidak nyaman, karena penyewa menjadi semakin miskin.
Yang termiskin menempati kamar sempit, penuh tikus, dan bocor tepat di bawah atap di mana orang hampir tidak bisa berdiri dan hanya memiliki celah kecil untuk cahaya. Dan, karena tidak ada kaca untuk menutupinya, saat hujan, seseorang harus menutupinya dengan lap tua. Pasti gerah dan bau di musim panas, dan lembap dan gelap di musim dingin.
Untuk mencapai apartemen seseorang, seorang lelaki miskin harus menaiki sebanyak 200 anak tangga. Dia harus membawa belanjaan dan airnya menaiki 200 anak tangga itu, dengan kemungkinan setengah dari isinya berakhir di tangga.
Baca Juga: Kehidupan Warga Miskin di Masa Romawi Kuno, Kadang Tidak Terlalu Buruk
Baca Juga: Nestapa Pria Miskin di Tiongkok Kuno, Dikebiri demi Jadi Kasim
Selain itu, semakin tinggi seseorang hidup, semakin berisiko dia. Misalnya, ketika atapnya bocor, orang malang itu yang akan merasakan efeknya terlebih dahulu, dengan kemungkinan besar tertular pneumonia. Yang paling parah adalah ancaman kebakaran karena hal itu akan mengubah bangunan menjadi jebakan maut, terutama jika api mulai dari lantai dasar.
Di apartemen tersebut juga rentan terhadap banjir setiap kali Sungai Tiber meluap. Ini tampaknya terjadi, rata-rata setiap 20 tahun sekali, terutama selama musim dingin dan musim semi.
Source | : | Wondrium Daily |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR