Alih-alih memiliki nama ras khusus, anjing orang Mesir kuno dibedakan menjadi: iwiw untuk “anjing menggonggong” dan tesem untuk “anjing tanpa kulit”. “Anjing tanpa kulit ditujukan untuk kelompok anjing pemburu,” jelas Bileta.
Berdasarkan bukti visual, anjing di Mesir kuno dikelompokkan menjadi tujuh jenis: Basenji, Greyhound, Ibizan, Firaun, Saluki, Whippet, dan Molossian.
Molossian berasal dari Yunani dan terkenal sebagai anjing perang dunia kuno. Yang lainnya adalah ras Afrika Utara. Selain itu, ada “anjing paria”. Itu adalah anjing liar dan anjing yang berasal dari ras campuran.
Anjing, makhluk ilahi kekasih Anubis
“Anjing paria” bepergian dalam kelompok dan mengais makanan. Mereka bahkan menggali kuburan untuk mencari tulang.
Basenji, Greyhound, Ibizan, dan serigala, mengilhami citra Anubis, pelindung kuburan dan makam. Anubis digambarkan sebagai sosok manusia dengan kepala anjing atau serigala dan merupakan salah satu dewa utama kematian. Ialah yang membimbing jiwa orang mati ke Osiris dan akhirat.
Seperti kucing, hewan populer lainnya di Mesir kuno, anjing dianggap sebagai perantara antara manusia dan dewa. Pusat pemujaan Anubis, yang disebut Cynopolis (“Kota Anjing”) dipenuhi dengan anjing-anjing yang bebas berkeliaran di kuil dan jalan-jalan.
Setelah kematiannya, anjing akan dikorbankan untuk mendapatkan bantuan dewa. Tetapi, karena tingkat kematian anjing kuil tidak mencukupi, para pendeta menciptakan semacam “pabrik” anak anjing. Tujuannya adalah membiakkan anjing untuk ritual pengorbanan kepada Anubis.
Bagi orang modern, ini mungkin tampak tidak berperasaan. Namun orang Mesir kuno percaya bahwa anjing-anjing ini akan langsung menemui Anubis. “Sehingga bisa dipastikan jika mereka pergi ke tempat yang lebih baik,” tambah Bileta.
Anjing: sahabat kesayangan orang Mesir kuno
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR