Nationalgeographic.co.id—Pemanasan global yang merupakan bagian dari perubahan iklim, menyebabkan suhu permukaan rata-rata Bumi meningkat. Namun, sebagian kawasan di Bumi, justru mengalami suhu yang lebih dingin.
Anomali itu, misalnya, badai pasir di Makkah tahun 2015 yang terjadi akibat tingginya intensitas hujan. Peristiwa itu membuat jatuhnya crane dan menimpa jamaah haji, menyebabkan ratusan orang tewas dan luka-luka, di antaranya adalah 11 orang Indonesia.
Walau pada saat-saat tertentu suhu di Arab Saudi mendingin, bahkan menyebabkan hujan turun, masih ada hubungannya dengan perubahan iklim. Bahkan, belakangan kawasan Makkah ditumbuhi vegetasi hijau akibat hujan tingginya curah hujan. Fenomena ini disebabkan karena cuaca menjadi lebih ekstrem, didorong iklim sekitar Arab Saudi yang berubah karena pemanasan global.
Pemanasan global tidak hanya membuat gelombang panas dan kekeringan di beberapa tempat, tetapi menyebabkan perubahan pada sistem iklim Bumi. "Perubahan ini membuat peristiwa cuaca ekstrem mungkin terjadi dan lebih parah," terang WWF di lamannya. "Misalnya, angin topan dan badai menjadi lebih intens, bergerak lebih lambat dan butuh waktu lebih lama untuk mereda."
Penyangkalan pemanasan global
Tidak sedikit pendapat suhu yang terasa dingin menjadi bantahan tentang pemanasan global dan perubahan iklim. Salah satunya adalah dokter Tifauzia Tyassuma lewat kanal Youtube Dokter Tifa Channel mengatakan bahwa pemanasan global tidak benar, dan Bumi sedang menuju pendinginan global.
Dia mengutip dari ilmuwan Serbia Milutin Milanković,"di awal tahun 1900-an bahwa sesungguhnya dunia--Bumi--ini tidak bergerak kepada pemanasan global, tetapi jusru menuju kepada pendinginan global atau global cooling, bukan global warming."
Dia juga menyebutkan bahwa suhu bumi berdasarkan simulasi model matematika yang dilakukan selama 34 tahun sejak 1980, mengalami naik dan turun. Dari simulasi model yang Tifa sebutkan, data tersebut tidak menunjukkan bahwa suhu bumi memanas secara global.
Benarkah demikian? Ed Hawkins, seorang ilmuwan iklim di National Centre for Atmospheric Science (NCAS) dan profesor di University of Reading menulis, suhu rata-rata global cenderung naik. Kenaikan terjadi pada pasca revolusi industri di abad ke-19, kemudian menjadi signifikan setelah abad ke-20.
"Data menunjukkan bahwa periode modern sangat berbeda dengan apa yang terjadi di masa lalu. Periode Hangat Abad Pertengahan dan Zaman Es Kecil yang sering dikutip adalah fenomena nyata, tetapi kecil dibandingkan dengan perubahan terkini," terang Hawkins di Climate Lab Book.
"Dalam contoh ini, periode acuannya adalah 1850-1900, yang sering digunakan sebagai perkiraan tingkat 'pra-industri'," jelasnya terhadap grafik di atas.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR