Nationalgeographic.co.id—Pada masa pemerintahan Selim I, banyak wilayah tradisional Islam di Timur Tengah jatuh di bawah kekuasaan Ottoman. Ia dianggap juga sebagai seorang sultan yang membantu Ottoman menggapai era keemasannya.
Seketika, "Ottoman menjelma sebagai negara paling kuat di dunia Islam, dan sultannya menjadi pelindung haji dan tempat-tempat suci umat Islam," tulis Wu Mingren kepada Ancient Origins.
Ia menulisnya dalam artikel berjudul "Eliminating the Competition: Selim I, A Grim Conqueror Who Vastly Extended the Ottoman Empire" yang diterbitkan pada 23 Februari 2017.
Namun, dalam sebelum membawa Ottoman mencapai era keemasannya, Selim I menempuh perjalanan hidupnya yang kontroversial. Itu terjadi ketika terjadi pemindahan otoritas dari khalifah Abbasiyah terakhir kepada pemerintahan Ottoman di Kairo.
Watak dan kepribadiannya yang keras menjadikannya mendapat julukan Yavuz Sultan Selim (Yavuz sendiri dapat dimaknai dengan "keras", "teguh", atau "tegas").
Di balik wataknya itu, untuk mencapai takhta tertinggi sebagai penguasa terbesar Ottoman, ia harus melengserkan ayahnya sendiri, Bayezid II. Selim adalah seorang putra bungsu dari Bayezid II.
Dengan bantuan pasukan Janissari yang kuat, Selim berhasil memaksa Bayezid untuk turun takhta pada tanggal 25 April 1512. Isu kontroversial menyelimuti hidup Selim. Ketika berhasil mengalahkan ayahnya, ia menjaga penuh kekuasaannya.
Ia disebut "melenyapkan siapa saja yang berusaha untuk merebut kekuasaan darinya, termasuk menyingkirkan saudara laki-lakinya. Ini membuatnya mampu menata stabilitas politik internal negara," imbuh Wu.
Begitu takhtanya aman, Selim bisa fokus memperluas kerajaan. Konflik pertamanya adalah dengan Kekaisaran Safawi di Iran, yang mulai berkuasa sekitar awal abad ke-16.
Saat itu, Safawi dipimpin oleh Shah Ismail, yang dikalahkan secara telak oleh Selim di Pertempuran Chaldiran pada tahun 1514. Safawi, yang dipimpin oleh penerus Shah Ismail, terus melawan Ottoman, meskipun jumlahnya tidak sebanyak ancaman seperti dulu.
Baca Juga: Enam Penyebab Jatuhnya Kekaisaran Ottoman: Dilemahkan oleh Pihak Luar?
Baca Juga: Sejarah Permusuhan Ratusan Tahun antara Kekaisaran Rusia dan Ottoman
Baca Juga: Sadis, Kisah Pria Dikuliti Hidup-Hidup hingga Dijadikan Piala
Sasaran Selim I berikutnya adalah Kesultanan Mamluk di Mesir, yang memerintah Mesir dan Levant. Setelah mengalahkan Mamluk di Levant, Selim dan Ottoman mulai menguatkan kedudukannya di Mesir.
Pada bulan Februari 1517, Ottoman berdiri di depan gerbang Kairo dan bersiap untuk menyerang Mamluk yang melakukan pertahanan terakhir mereka.
Kala itu, Mamluk berhasil dikalahkan. Menurut satu catatan, sekitar 800 Mamluk yang ditangkap dan dipenggal, kepala mereka ditusuk di sekitar kamp Selim, sementara tubuh mereka dibuang ke Sungai Nil.
Konsekuensi penting lainnya dari penaklukan Selim I atas Mesir adalah bahwa dia sekarang menjadi penguasa paling kuat di dunia Islam, terbentang dari Timur Tengah hingga ke Afrika bagian utara (Mesir).
Pada tahun 1520, Secara mengejutkan Selim I meninggal pada usia 50 tahun. Diperkirakan bahwa Selim mengidap penyakit kanker kronis. Kematiannya meninggalkan kekuasaannya yang hanya selama delapan tahun—sejak tahun 1512-1520.
Meskipun pemerintahannya singkat (terutama jika dibandingkan dengan 31 tahun ayahnya, dan putra serta penerusnya, Suleiman yang Agung 46 tahun), Selim I dapat dianggap sebagai penguasa yang sangat sukses.
Ia disebut memberi semangat baru dari lahirnya peradaban Islam dan Ottoman yang tangguh hingga mampu menaklukan sebagian Eropa kelak. Setelah kematiannya, ukuran Ottoman meningkat dua setengah kali lipat.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR