"Ini menandakan ada kebocoran," kata Piotr. "Kualitas udara di dalam ruangan dipengaruhi kualitas di luar ruangan," lanjutnya sambil mempresentasikan hasil statistiknya.
Lalu mereka pun mencoba memasang pembersih udara. Pembersih udara itu berintegrasi dengan pendeteksi kualitas udara. Hasilnya, kualitas udara lebih bersih dengan PM 2,5 di bawah angka 12,0 mikrogram per meterkubik dengan warna hijau.
Hasil laporan kualitas udara tersedia di dasbor aplikasi Nafas dan bisa diakses bebas oleh orang tua. Dengan demikian, orang tua bisa memperhatikan kesehatan anaknya yang bersekolah di Mighty Minds Preschool.
“Memiliki kualitas udara yang baik, terutama di mana anak menghabiskan banyak waktunya seperti kelas, perpustakaan, dan kamar tidur, wajib diperhatikan oleh para guru dan orang tua," Farhan Zubedi, dokter alumni Unsyiah Kuala dan pemengaruh. "Ini akan memengaruhi tumbuh kembang anak terutama kemampuan kognitifnya."
Inklusivitas demi mendapatkan kualitas udara yang baik
Nafas Indonesia menjadikan Clean Air Zone sebagai produk untuk diterapkan di berbagai bisnis. Mereka menyadari bahwa ada banyak kebutuhan kualitas udara yang lebih baik dan bisa diperhitungkan di lingkungan kerja.
Baca Juga: Apakah Polusi Udara Telah Mempengaruhi Pelukis Impresionis Termasyhur?
Baca Juga: Polusi Kendaraan dan Pembangkit Listrik Sebabkan Osteoporosis
Baca Juga: Tren Mobil Listrik, Bisakah Menjadi Solusi Mengatasi Polusi Udara?
Baca Juga: Tanah yang Tercemar Polusi Udara Berkontribusi pada Perubahan Iklim
"Kami menyadari bahwa ada banyak kelompok yang lebih rentan, masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang tidak bisa membeli pembersih udara yang harganya mahal," kata Nathan.
Piotr menambahkan, kehadiran Nafas adalah untuk menyuarakan pentingnya kebersihan udara di Indonesia. Untuk bisa menciptakan kualitas udara di Indonesia yang lebih bersih, ia menilai, pemerintah Indonesia harus memberlakukan undang-undang dan memberlakukannya secara ketat.
Inggris, Amerika Serikat, dan Tiongkok sempat mengalami masa polusi udara yang sangat buruk dan kematian yang massif. Ketiga negara itu berusaha mengurangi polusi dengan regulasi. "Bahkan kota di Tiongkok kualitasnya sempat (lebih buruk) di atas Jakarta. Sekarang, di bawah Jakarta," tuturnya.
"Kami akan sangat senang berbagi data dengan pemangku kepentingan dalam kepedulian kualitas udara," kata Nathan. "Kami mau bekerja sama, membagikan data, memasang alat kami, dan melawan kualitas udara yang buruk dengan pihak mana pun--NGO, pemerintah, swasta, dan lain sebagainya."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR