Nationalgeographic.co.id—Sampah menjadi permasalahan besar di Indonesia, menghasilkan pencemaran lingkungan. Terlebih di sekitar Jakarta, sampah disalurkan di beberapa titik di luar kota seperti di Bekasi. Maka, pengolahan sampah daur ulang sangat penting untuk keberlanjutan lingkungan.
Sayangnya, masih banyak tempat pembuangan sampah terpadu dan tempat pengelolaan sampah daur ulang yang tidak terawat.
Waste4Change dalam diskusi 8 Maret 2023, mencatat sebesar 40-50 persen TPST dan TPS3R kembali menjadi sekadar tempat sampah. Hal itu disebabkan skema pembiayaan sampah yang tidak berkelanjutan.
Padahal, pengelolaan sampah adalah prioritas investasi hijau yang ditetapkan Kementerian Keuangan. Selama ini pendanaan menyasar pada pembangunan infrastruktur yang seharusnya meningkatkan kualitas hidup dan adopsi teknologi hijau.
"Kementerian investasi masih terus menyempurnakan regulasi mengenai investasi persampahan, dan ini butuh pertimbangan yang matang," terang Moris Nuaimi, Direktur Perencanaan Infrastruktur, Kedeputian Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Kementerian Investasi-BKPM.
Dalam diskusi "Investasi Hijau untuk Pengelolaan Sampah Bertanggung Jawab" yang diselenggarakan secara hybrid oleh Waste4Change, Moris mengatakan bahwa inisiasi mandiri dan upaya dari swasta dapat menguatkan sumber pendanaan untuk investasi hijau.
"Ini adalah contoh yang bisa ditiru oleh pihak pemerintah daerah lain dan penyedia layanan pengelolaan sampah lainnya untuk bergerak lebih gesit, dalam menggali lebih banyak investasi hijau, untuk dapat mewujudkan lingkungan Indonesia yang berkelanjutan," tutur Moris.
Selama ini untuk mengatasi permasalahan sampah, mulai dari pengangkutan sampai pengelolaan di TPA, mengandalkan iuran masyarakat.
Bahkan, melansir Ombudsman Republik Indonesia, Wali Kota Palu Hadianto Rasyid bahkan memberi sanksi kepada warga yang tidak ikut iuran, berupa pemblokiran KTP.
Metode seperti ini punya dampak kepedulian sampah dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pemilahan sampah dan daur ulang, menurut sebuah studi dari Institut Pertanian Bogor.
Akan tetapi, tidak semua daerah bisa menerapkan metode seperti ini, sehingga tingkat biaya operasional belum bisa menguntungkan.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR