Nationalgeographic.co.id—Membentang sepanjang lebih dari 6.400 kilometer, Jalur Sutra adalah rute perjalanan kuno yang menghubungkan dunia Timur dan Barat. Jalur perdagangan antarbenua, sebelum adanya perdagangan global massal, jalur transportasi cepat, dan pelayaran yang canggih.
Sejak sekitar abad ke-2 SM hingga abad ke-15, Jalur Sutra menghubungkan berbagai peradaban di Asia, Persia, Arab, Afrika Timur, dan Eropa Selatan. Mereka yang melintasinya adalah para pedagang, diplomat, pengembara, dan pejuang.
Sebagai rute perdagangan yang vital, Jalur Sutra mengubah dunia melalui berbagai macam komoditas, teknologi, dan gagasan yang dibawa di sepanjang jalur tersebut. Lantas, apa sebenarnya yang diperdagangkan di Jalur Sutra?
Barang-barang mewah
Seperti namanya, salah satu barang terpenting yang diperdagangkan di sepanjang Jalur Sutra adalah sutra. Diproduksi hampir secara eksklusif di Tiongkok sejak tahun 3000 SM, sutra segera menjadi salah satu produk yang paling dicari di dunia.
Berharga tinggi namun ringan, sutra merupakan komoditas yang sempurna untuk menempuh perjalanan ribuan kilometer ke arah barat dari Tiongkok. Sutra pun segera menghiasi pakaian orang-orang terkaya dan paling bergengsi.
Di Mediterania, pengaruh Jalur Sutra ditunjukkan dengan tegas dalam nama Yunani kuno untuk Tiongkok: 'Serica'. Secara harfiah toponimi itu berarti 'Tanah Sutra'.
Kaum elit Romawi kuno khususnya sangat mengagumi sutra. Mereka akan menukarnya dengan barang pecah belah yang paling berkesan. Hal ini ditemukan pada makam-makam yang digali dari para anggota masyarakat Tiongkok, Korea, dan Jepang yang terhormat.
Sejumlah barang mewah lainnya juga masuk ke dalam Jalur Sutra. Batu giok, yang sangat berharga dalam tradisi ritual Tiongkok, bersumber dari negara tetangga mereka seperti Kerajaan Khotan di Iran.
Sementara itu rempah-rempah langka dari Indonesia dan India juga turut mengubah budaya kuliner di Barat.
Rahasia Mengontrol Populasi Nyamuk: Aedes aegypti Jantan Tuli Tidak Bisa Kawin!
Source | : | History Hit |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR