Pengetahuan dan agama
Ketika benda-benda fisik dan teknologi dibawa dan diperdagangkan di sepanjang rute Jalur Sutra, begitu pula dengan ide dan pengetahuan.
Penjelajah Venesia, Marco Polo, terkenal menjelajahi Jalur Sutra dari Italia ke Tiongkok bersama ayahnya. Mereka tiba di istana Kubilai Khan yang tangguh pada 1275.
Ketika kembali ke Eropa, ia menulis tentang pengalamannya. Kisahnya yang dibukukan telah memperluas pengetahuan Barat tentang Asia dan geografi benua tersebut.
Demikian pula, pelancong Afrika Utara yang terkenal, Ibnu Battuta. Ia melakukan perjalanan Jalur Sutra dari kampung halamannya di Tangier di Maroko. Ia mencapai Tiongkok dan India lalu melaporkan iklim sosial, agama dan ekonomi yang ia temukan di sana.
Selain itu, sifat jalan yang saling terhubung memungkinkan penyebaran dan pertukaran agama berkembang.
Agama Buddha meraih kesuksesan besar berkat Jalur Sutra. Pertama kali meluas ke Kekaisaran Kushan di Asia Tengah pada abad ke-1 hingga ke-3 sebelum mencapai Tiongkok. Agama ini menyegarkan ajaran Konghucu dan Taoisme sehingga menjadi bagian spiritual yang tak terpisahkan. Dari 18 aliran penafsiran Buddhis, 5 di antaranya ada di sepanjang Jalur Sutra.
Penyebaran Islam juga sangat sukses berkat jalur ini. Agama ini segera menjadi agama yang paling banyak dianut oleh mereka yang melakukan perjalanan di Jalur Sutra.
Komunitas Muslim pertama muncul di Arab pada abad ke-7. Keyakinan Islam disebarkan oleh para pelancong, mistikus, pengkhotbah, dan pedagang untuk berkembang ke banyak komunitas di Asia Tengah.
Upaya-upaya ini dikonsolidasikan oleh penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh Kekhalifahan Umayyah awal (661-750) dan penggantinya Kekhalifahan Abbasiyah (750-1258). Kemudian mereka menjadikan Baghdad sebagai ibu kota Kekaisaran Islam pada tahun 762.
Baca Juga: Kisah Marco Polo Lintasi Jalur Sutra Menuju Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Zhang Qian, Diplomat Kekaisaran Tiongkok yang Jadi Pelopor Jalur Sutra
Source | : | History Hit |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR