Nationalgeographic.co.id—Kisah kapal Essex yang diserang paus sperma menjadi salah satu kisah yang terkenal dalam sejarah dunia. Semua ini berkat novel Moby-Dick karya Herman Melville.
Tanggal 20 November 1820, merupakan pagi yang cerah di jantung Samudra Pasifik. Sekitar 1.400 km di sebelah barat Kepulauan Galapagos, ada kapal Essex. Bagi awak kapal Essex, hari itu dipenuhi harapan.
Para pengintai di atas kapal paus melihat semburan air, tanda-tanda keberadaan paus sperma di dekatnya. Namun dalam hitungan jam, tragedi, alih-alih berkah, menimpa awak kapal. Peristiwa tersebut kemudian menginspirasi novel Amerika karya Herman Melville, Moby-Dick.
Essex memulai pelayaran terakhirnya pada bulan Agustus 1819, meninggalkan pulau asalnya Nantucket, Massachusetts. “Kapal itu menuju Samudra Pasifik yang terkenal akan keberadaan paus sperma,” tulis Eli Wizevich di laman Smithsonian Magazine.
Kapal seberat 238 ton yang dibangun pada tahun 1799 itu sekitar 100 ton lebih kecil dari kapal lainnya. Usianya juga dua dekade lebih tua dari kapal-kapal paling ramping yang berlayar dari Nantucket. Namun, kapal itu unggul akan keberhasilan finansial dari pelayaran sebelumnya dalam mencari minyak paus sperma.
Karena alasan itu, Essex dianggap sebagai kapal yang ideal, bahkan membawa keberuntungan, oleh para pemburu paus setempat. Minyak paus sperma adalah minyak cahaya berkualitas tinggi yang berasal dari organ spermaceti di kepala paus sperma.
Namun, keberuntungan Essex tidak bertahan lama. Sejak awal pelayarannya pada tahun 1819, awaknya menghadapi kesulitan. Bagi pelaut abad ke-19 yang percaya takhayul, mereka akan menganggapnya sebagai pertanda buruk. Pada hari kedua di laut, badai menghantam kapal hingga terbalik.
“Seluruh awak kapal, untuk beberapa saat, dilanda kebingungan dan keresahan yang luar biasa,” tulis perwira pertama Owen Chase. Ia menuangkan kisahnya di catatannya tentang pelayaran tersebut, Narrative of the Most Extraordinary and Distressing Shipwreck of the Whale-Ship Essex.
Meski kehilangan dua kapal pemburu paus—kapal kecil yang digunakan untuk mendekati dan membunuh paus—, para awak kapal itu terus melaju.
Keberhasilan kapal dalam perburuan paus juga tidak menentu, dengan musim kemarau diikuti oleh perburuan besar-besaran yang sukses. Awalnya mereka mengitari Tanjung Horn dan diam-diam menelusuri pantai Chili tanpa hasil apa pun.
Setelah itu, para pelautnya menemukan keberhasilan luar biasa di lepas pantai Peru pada tahun baru. Mereka berhasil mengisi 450 barel minyak dari 11 paus hanya dalam waktu 2 bulan.
Baca Juga: Dunia Hewan: Bagaimana Paus Sperma Mendapatkan Namanya yang Unik?
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR