Nationalgeographic.co.id—Telah diterima secara luas bahwa iklim dan Wabah Justinian adalah penyebab utama kejatuhan Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium. Keduanya dipercaya menyebabkan penurunan populasi secara besar-besaran yang membuat Romawi Timur tak berdaya pada abad ke-6 M.
Namun, sebuah studi baru telah membantah klaim ini. Studi yang diterbitkan di jurnal Klio menunjukkan adanya lonjakan jumlah populasi sekitar paruh kedua abad ke-6 M. Jadi, wabah dan perubahan iklim memiliki dampak yang terbatas terhadap kejatuhan Kekaisaran Romawi Timur.
Studi bertajuk “Challenging the Significance of the LALIA and the Justinianic Plague: A Reanalysis of the Archaeological Record” ditulis oleh Haggai Olshanetsky dan Lev Cosijns.
Iklim dan wabah bukan penggerak utama perubahan
Kedua peneliti menganalisis bukti arkeologi yang tersedia, data dari permukiman, bangkai kapal, dan pola perdagangan di Mediterania.
Mereka berpendapat bahwa faktor manusia dan militer, termasuk invasi Persia dan ekspansi Islam abad ke-7, adalah penggerak utama perubahan. Pertanian, ekonomi dasar sebagian besar kekaisaran, dengan demikian tidak terlalu terpengaruh oleh iklim seperti yang secara keliru dipikirkan. Peneliti mengandalkan bukti tekstual dan bukti arkeologi di luar batas Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium).
Bahkan, para peneliti menyarankan bahwa pertanian dan aktivitas komersial sebenarnya dapat dipertahankan dan ditingkatkan di wilayah Mediterania timur.
Para peneliti menulis dalam makalah tersebut:
“Mengapa Kekaisaran Romawi Timur runtuh? Pertanyaan ini kerap membuat banyak orang terpesona, baik di kalangan akademisi maupun masyarakat umum. Dalam mencari jawaban, emosi memuncak dan imajinasi dapat menjadi liar. Intervensi manusia, sebagian besar dalam bentuk perang, umumnya dikaitkan dengan kemunduran kekaisaran. Hingga 40 tahun yang lalu, penelitian sejarah berorientasi pada alur pemikiran ini. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, muncul saran-saran baru yang mengaitkan kebangkitan dan kejatuhan kekaisaran dengan iklim dan penyakit.”
“Bagaimanapun, tampaknya dampak iklim (Zaman Es Kecil) terlalu dibesar-besarkan dan jelas tidak separah di kekaisaran Romawi Timur,” tulis Guillermo Carvajal di laman La Brujula Verde. Di daerah lintang yang lebih tinggi di Belahan Bumi Utara, suhu rata-rata tahunan turun hingga 1,6°C. Sedangkan dampak di selatan, seperti Mesir dan Yudea, hanya sekitar 0,25°C.
“Jadi, tampaknya tahun 536 M bukanlah tahun terburuk untuk hidup. Setidaknya, tidak bagi kebanyakan orang yang hidup pada masa itu. Tahun ini adalah periode yang mengerikan bagi orang-orang yang tinggal di Skandinavia. Namun bagi orang-orang yang tinggal di Kekaisaran Romawi Timur, dampaknya terbatas, sehingga kehidupan berjalan seperti biasa,” kata Cosjins.
Baca Juga: Bagaimana Romawi dan Yunani Kuno Hadapi Masalah Perusakan Lingkungan?
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR