Nationalgeographic.co.id—Islam punya pandangan untuk pelestarian alam. Beberapa ayat di Alquran dan anjuran Nabi Muhammad dalam hadisnya mengandung anjuran tentang pentingnya merawat alam yang telah diberikan kepada Tuhan.
Ada ganjaran yang akan menimpa manusia jika lalai untuk melestarikan alam. Misalnya, dalam surah ar-Rum ayat 41 yang berbunyi, "telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Para ulama, dalam tafsirannya berpendapat bahwa manusia sebagai khalifah--wakil Tuhan, punya hak untuk memanfaatkan dan mengelola alam. Akan tetapi, keserakahan dan perlakuan buruk manusia bisa merusak alam. Pada akhirnya membuat kesengsaraan bagi manusia sendiri dengan berbagai bencana.
Selain ayat di atas, Islam secara harfiah membuat larangan berbuat kerusakan. Contohnya dalam surah al-A'raf ayat 56 yang secara gamblang "Janganlah kamu bebruat kerusakaan di muka bumi diciptakan dengan baik, dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
Ayat dalam kitab suci Islam itu bahkan dilanjutkan ayat-ayat lainnya yang menjelaskan tentang mekanisme alam. Setelah itu, umat muslim diperintahkan untuk mempelajari berbagai fenomena yang terjadi, agar bisa mengelola alam Bumi lebih baik.
Dalam pelestarian lingkungan, Islam sudah lama mengenal konservasi. Mereka menyebutnya sebagai hima. Pernah Nabi Muhammad menyebutkan tentang hima sebagai tempat yang menyenangkan. Pada masanya, tempat ini adalah padang rumput, di mana tidak boleh seorang pun menjadikannya sebagai tempat menggembala ternak.
Nabi Muhammad bahkan menunjuk beberapa tempat yang dijadikan sebagai hima di dekat Madinah. Peneliti bidang kajian Islam, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadits menyebutkan bahwa di tempat di mana hima diterapkan, ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Bahkan, manusia dilarang memanfaatkannya selain kepentingan bersama.
Peneliti Malaysia, Abdul Basir Mohamad, dalam suatu makalah di Asian Journal of Environment, History, and Heritage yang terbit pada 2018, mengungkapkan bahwa konsep dan amalan hima sudah dikenal oleh masyarakat Arab pra-Islam. Kemudian, Nabi Muhammad memperbaiki konsepnya.
Nabi menyebut dalam hadisnya "Tidak ada hima dibenarkan kecuali untuk Allah dan RasulNya." Abdul berpendapat, hadis ini masih menjelaskan bahwa hima sebagai konservasi, masih punya konsep yang sama. Yakni, suatu lingkungan alam tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan perseorangan.
"(Hima) Tanah milik umum untuk kepentingan nasional harus dikukuhkan dan disebut sebagai milik umum," Abdul berpendapat. "Hal ini untuk memastikan bahwa kawasan penting tetap terjaga dan lingkungan sekitarnya terlindungi, sekaligus menjamin keseimbangan dan keharmonisan kehidupan manusia dan habitat lainnya."
Perlu diingat bahwa ketika Islam tersebar, Nabi Muhammad tidak hanya berdakwah agama tetapi juga membuat sistem pemerintahan. Islam, di bawah Nabi Muhammad, memiliki beberapa peraturan untuk tata kelola tanah bagi penduduknya.
Baca Juga: Mengenal Al-Khawarizmi, Ilmuwan Muslim Jenius Penemu Aljabar
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR