Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari ilmuwan di University of Chicago menemukan bahwa manusia bisa mendeskripsikan sesuatu meski sebelumnya belum pernah merasakannya. Kesimpulan tersebut berdasarkan penelitian mereka pada orang-orang yang lahir tanpa somatosensasi atau indera perasa.
Mereka menunjukkan bahwa pengalaman sensorik langsung tidak diperlukan untuk memahami bahasa dan metafora abstrak yang merujuk pada sensasi tersebut. Manusia dapat belajar mendeskripsikan sensasi tersebut secara linguistik meski belum pernah merasakannya.
Hasil penelitian tersebut telah mereka publikasikan di Frontiers in Communication dengan judul "The unembodied metaphor: comprehension and production of tactile metaphors without somatosensation."
Menurut penelitian tersebut, kita dapat memahami dan menggunakan bahasa taktil dan metafora tanpa bergantung pada pengalaman indrawi sebelumnya.
Temuan ini menantang gagasan tentang kognisi yang diwujudkan yang bersikeras bahwa pemahaman bahasa dan pemikiran abstrak membutuhkan ingatan langsung dari sensasi semacam itu.
Orang buta atau buta warna dapat mendeskripsikan warna dan menggunakan ekspresi seperti "hijau karena tidak puas" atau "merasa biru". Orang yang mengalami gangguan pendengaran juga dapat mengatakan warna cerah yang sama itu "keras".
Tetapi banyak ahli bahasa dan ahli saraf kognitif berasumsi bahwa somatosensasi - sentuhan, rasa sakit, tekanan, suhu, dan propriosepsi, atau perasaan di mana tubuh Anda berorientasi pada ruang - adalah dasar untuk memahami metafora yang berkaitan dengan sensasi sentuhan.
Memahami ekspresi seperti "dia mengalami masa sulit" atau "kelas itu sulit", diyakini, membutuhkan pengalaman sebelumnya dengan sensasi tersebut untuk memperluas maknanya menjadi metafora.
Penelitian dari University of Chicago dengan individu yang unik, mungkin satu-satunya, menunjukkan bahwa Anda dapat memahami dan menggunakan bahasa dan metafora taktil tanpa bergantung pada pengalaman indrawi sebelumnya.
Temuan ini menantang gagasan tentang kognisi yang diwujudkan yang bersikeras bahwa pemahaman bahasa dan pemikiran abstrak membutuhkan ingatan langsung dari sensasi semacam itu.
Hidup tanpa somatosensasi
Source | : | University of Chicago,Frontiers in Communication |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR