Barat menciptakan Frankenstein mereka (yaitu kebangkitan Islam radikal), dan sekarang menyalahkan semua muslim atas kekacauan yang mereka ciptakan? Sadarlah.
Juga selama perang di Afghanistan, 350 militan Indonesia dari Darul Islam (sebelum pecah menjadi Jamaah Islamiyah, JI) terlibat dalam pelatihan militer di Pakistan. Saat kembali, merekalah yang terlibat terorisme di Indonesia sejak Bom Bali 2002, dan Bom Hotel Marriot 2009.
Mereka juga melatih warga Ambon dan Poso (1998-2001) saat konflik sektarian antara Muslim dan Kristen, masing-masing pada tahun 1999-2002 dan 1998-2001.
Ketika kelompok Negara Islam (ISIS) mendeklarasikan diri sebagai khilafah, beberapa mahasiswa Indonesia di Pakistan, khususnya yang tergabung dalam jaringan JI (karena orang tuanya anggota JI), berangkat ke Suriah dan menjadi anggota Katibah Nusantara (KN) artinya Kepulauan Katibah.
Siapa mereka? Tidak kurang dari unit militer Asia Tenggara di dalam IS. Mereka sebagian besar terdiri dari orang-orang berbahasa Melayu dan terkenal sebagai pelaku serangan Jakarta 2016.
Menurut Julia, Islam radikal memanifestasikan dirinya di “dunia terbuka”, seperti kasus Ahok, dan di “dunia rahasia”, seperti ISIS. Bersama-sama mereka seperti dua helai ketika dipilin bersama menjadi tali yang mencekik kebebasan dan hak demokrasi kita.
Mayor Jenderal (Purn.) Mahmud Ali Durrani dari Pakistan pernah berkata dalam ceramahnya, “Sepupumu adalah musuh potensialmu”. Konflik geopolitik adalah seperti perseteruan keluarga, tetapi terorisme juga urusan keluarga—jenis yang paling mematikan.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR