Dengan begitu, menurut Armijati, tidak ada alasan untuk menilai bahwa masyarakat menjadi terbatas dalam hal pemberdayaan ekonomi dengan adanya hutan di sekeliling tempat tinggalnya.
“Keberadaan TNLL justru mengambil peran penting untuk membantu meningkatkan ekonomi sekitar kawasan hutan lindung,” kata Armijati
Contoh-contoh praktik ekonomi lestari
Sejumlah pelaku usaha dan kelompok masyarakat yang turut diundang dalam konferensi pers juga memaparkan praktik-praktik ekonomi lestari yang sudah diterapkan untuk meningkatkan nilai komoditas khas Sigi. Mereka juga akan berbagi contoh-contoh praktik tersebut pada Festival Lestari 5.
Zaitun misalnya, salah seorang pengurus Koperasi Tani Vanili Simpotove, Kecamatan Palolo menyatakan, komoditas kakao yang dihasilkan koperasinya sudah tersertifikasi dan saat ini sedang merambah ke komoditas vanili.
“Ada pendampingan dalam mengelola komoditas-komoditas itu, seperti tidak menggunakan pestisida dan sebagainya,” akunya.
Begitu pula dengan Herri Ramdhani, seorang pelaku UMKM yang menggeluti bisnis kopi yang ditanam dibudidayakan di Kabupaten Sigi.
“Pada 2017 kami membawa kopi ke Jakarta, tapi semuanya ditolak karena kualitasnya jelek. Tapi sekarang setelah melalui pendampingan, alhamdulillah, kami malah sibuk memenuhi permintaan,” sebutnya.
Lain halnya dengan Nadya Sinimta Maulaning, anak muda yang tergabung dalam kelompok Gampiri Interaksi. Ia mengaku, kelompoknya difasilitasi untuk membangunkan lahan yang sudah produktif agar menjadi produktif lagi.
Tak hanya itu, sedikitnya 20 UMKM setempat sudah digiring ke dalam program inkubasi agar bisa bertransformasi dalam usaha.
“Praktik dan inovasi-inovasi seperti ini juga akan kita bagi pada forum-forum selama Festival Lestari 5,” tambahnya.
Sebagai informasi, Festival Lestari sebelumnya bernama Festival Kabupaten Lestari atau FKL. Festival pertama kali diluncurkan pada 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Festival di Kabupaten Sigi, Sulawesi tengah merupakan pelaksanaan ke-5 oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).
LTKL adalah asosiasi kabupaten yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten sebagai bagian dari kaukus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) untuk mewujudkan visi ekonomi lestari dengan menjaga lingkungan dan mensejahterakan masyarakat lewat gotong royong multipihak.
Hingga kini, LTKL memiliki sembilan kabupaten anggota di enam provinsi di Indonesia dan bekerja berdampingan dengan 27 jejaring mitra multipihak tingkat global, nasional, dan daerah.
Festival Lestari 5 terselenggara berkat kerja sama antara Kementerian Investasi/BKPM, APKASI, LTKL, Forum Koordinasi dan Komunikasi Cagar Biosfer Lore Lindu, BRIN-MAB UNESCO Indonesia, Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Koalisi Ekonomi Membumi, GIZ SASCI+, dan Tropical Forest Alliance.
Festival Lestari hadir sebagai wadah promosi dan perayaan gotong royong multipihak untuk pembangunan lestari di kabupaten anggota LTKL.
Tema festival kelima ini adalah “Tumbuh Lebih Baik”. Tema itu merupakan sebuah harapan Provinsi Sulawesi Tengah untuk dapat bangkit lebih kuat dan lestari setelah mengalami bencana gempa, likuifaksi, dan badai Covid-19 yang menghancurkan ekonomi masyarakat.
Dengan aset alam yang demikian besar dan ditopang oleh kearifan lokal masyarakat yang mengajarkan untuk hidup harmonis dengan alam, Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Kabupaten Sigi, berharap untuk bisa bertumbuh.
(Kontributor National Geographic Indonesia: Basri Marzuki)
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Penulis | : | Sheila Respati |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR