Nationalgeographicindonesia.co.id -- Pagi itu, Sabtu (24/6/2023), sekitar 100 mahasiswa Universitas Islam Negeri Datokarama Sigi berbondong-bondong datang untuk menghadiri diskusi mengenai pembangunan berbasis alam.
Diskusi bertajuk “Townhall Muda” tersebut berlangsung di Aula Rektorat Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Datokarama Sigi, Sulawesi Tengah. Diskusi tersebut diselenggarakan dengan menggandeng Generasi Lestari dan Pijar Foundation.
Bersama dua lembaga tersebut, mahasiswa UIN Datokarama Sigi berbincang mengenai masa depannya dan kelestarian alam yang menjadi salah satu penentunya. Townhall Muda merupakan bagian dari rangkaian acara Festival Lestari 5 yang digelar oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang tahun ini dtuanrumahi oleh Kabupaten Sigi.
Townhall Muda menampilkan tiga pembicara, yakni Sekretaris Badan Perencanaan, Pembangunan, dan Pengembangan Daerah Sigi Irjik Abdul Goni, Analis Keuangan dari Hanna Indonesia Mardiah, dan perwakilan Bank Sampah Mpanau Mohamad Mas’ud.
Pada kesempatan tersebut, Mardiah mengatakan bahwa Indonesia akan menikmati bonus demografi pada 2045. Masyarakat dengan usia muda dan produktif, seperti mahasiswa memiliki peran penting dalam pembangunan ke depan, terutama yang berbasis keberlanjutan.
Menurutnya, mahasiswa harus memiliki kepiawaian untuk menghadapi tantangan di masa depan. Terlebih, pada era digital, kecerdasan buatan dan perkembangan teknologi yang masif menjadi tantangan.
Baca Juga: Festival Lestari 5, Langkah Menguatkan Perda Sigi Hijau
“Saat ini, kehidupan manusia modern dituntut untuk tetap mengingat basic nature. Mahasiswa memiliki peran sebagai pemain dalam ekonomi lestari yang sedang jadi tren di dunia,” ujarnya.
Menurut Mardiah, untuk urusan keuangan, mahasiswa bisa mengalokasikannya untuk menabung dan memiliki usaha yang berbasis alam.
“Bentangan alam Sigi yang eksotik bisa menjadi peluang. Sebagai digital native, mahasiswa semestinya tidak sulit untuk mengisi peluang menjadi pemain penting dalam mempromosikan ekonomi lestari. Perangkat mobile yang ada di tangan masing-masing bisa jadi modal,” jelas Mardiah.
Anak muda di Kota Palu, serta Kabupaten Sigi dan Donggala, kata Mardiah, punya pengalaman yang menjadi modal sosial untuk menghadapi masa depan. Pada 2018, wilayah tempat tinggalnya diguncang gempa dan likuifaksi. Menyusul pada 2020 badai Covid-19 menyerang. Sesudahnya, dunia global dibayangi resesi ekonomi.
“Ini adalah modal sosial yang beharga, karena ternyata generasi muda di Sigi, mampu melewati dua hal tersebut,” ucapnya.
Penulis | : | Sheila Respati |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR