Nationalgeographic.co.id -- Sekelompok laki-laki dan perempuan berpakaian adat khas Lindu berkumpul, saling menjalin tangan di atas panggung. Mereka bergerombol, saling merapatkan diri satu sama lain.
Para perempuan menggunakan rok bersusun yang disebut haili, dengan atasan berbahan satin yang mengkilap. Pada kepala mereka, terikat hiasan kepala bebahan manik-manik. Sementara para laki-laki, menggunakan pakaian adat dan ikat kepala bernama siga.
Mereka menari dalam lingkaran, saling menyelaraskan derap kaki, sembari mengucap kata-kata puitis dalam bahasa kuno, Uma. Uniknya, tarian tidak sama sekali diiringi oleh alunan alat musik. Hanya suara nyanyian para penari yang terdengar saling berharmonisasi dan bersahutan.
Tarian tersebut bernama raego, sebuah tarian kuno yang kini hanya dapat ditemukan di area berbukit Lindu, Desa Kulawi dan Pipikoro, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Orang Kulawi menyebutnya Raego, suku Kaili menyebutnya Rego, dan suku Bada menyebutnya Raigo.
Namun intinya, setiap gerakan dan nyanyian bermakna satu, yakni terima kasih akan kekayaan alam yang diberikan oleh Yang Maha Esa. Lingkaran yang dibentuk oleh para penari menyimbolkan kebersamaan atau gotong royong.
Filosofi dan roh dari raego tersebutlah yang menjiwai Festival Lestari 5. Tari raego menutup festival yang diselenggarakan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) tersebut, Jumat (25/6/2023).
Ada alasan mengapa raego menjadi pementasan pamungkas. Festival Lestari 5 merupakan perwujudan spirit dan semangat dalam raego--menghargai alam yang banyak memberi dan mendorong gotong royong untuk menjaganya.
Baca Juga: UMKM Naik Level Lewat Business and Partnership Matching di Festival Lestari
Sepanjang Festival Lestari 5 berlangsung, tepatnya pada 22-25 Juni 2023, sejumlah kerja sama, nota kesepahaman, deklarasi bersama, upaya kemitraan, hingga sumbang aspirasi untuk mendorong pembangunan lestari di Kabupaten Sigi dan wilayah Sulawesi Tengah terjadi.
Anggota masyarakat, baik masyarakat adat, generasi tua, maupun generasi muda, Pemerintah Pusat yang diwakili Kementerian Investasi/BKPM, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Kabupaten Sigi, pelaku usaha, hingga investor dan mitra-mitra LTKL mencari solusi untuk mempercepat penerapan konsep pembangunan lestari.
Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta dalam laporannya menyebutkan, selama pelaksanaan festival, tak kurang dari 15 rangkaian acara berhasil digelar.
Acara mulai dari Forum Bisnis dan Inovasi Berbasis Alam, Telusur Komoditas, Kuliner, dan Wisata Lestari, Community Talks, Partnership dan Business Matching untuk para UMKM, Townhall Muda, hingga workshop dan diskusi-diskusi skala kecil. Adapun total peserta mencapai 700 orang.
Penulis | : | Sheila Respati |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR