Nationalgeographic.co.id—Dewa pertama dalam semua mitologi Yunani kuno adalah Gaia. Dia adalah personifikasi bumi dan ibu semesta.
Dengan keturunannya Uranus, yang melambangkan surga, Gaia membentuk alam semesta sesuai keinginannya.
Nenek moyang sebagian besar dewa mitologi Yunani, Gaia melahirkan para Titan, Cyclops, dan makhluk mengerikan yang dikenal sebagai Hecatoncheires.
Melalui Titan produktif, yang masing-masing memiliki banyak anak, Gaia menjadi nenek dari tokoh mitos yang tak terhitung jumlahnya (termasuk Olympians).
Sebagai salah satu dewa ciptaan pertama, Gaia adalah sumber dari semua kehidupan. Dia mengawasi kesuburan tanaman dan melindungi anak-anak dan segala jenis kehidupan pemula.
Orang Yunani umumnya menganggapnya sebagai dewa chthonic yaitu, salah satu dewa yang terkait dengan bumi dan dunia bawah tanah.
Dalam kosmologi Yunani kuno, bumi dianggap sebagai piringan datar yang dikelilingi oleh sungai Okeanos (Oceanus). Di atasnya ditutupi oleh kubah langit yang kokoh dan di bawahnya oleh lubang besar (atau kubah terbalik). Bumi menopang lautan dan pegunungan di dadanya.
Dalam lukisan vas Yunani, Gaia digambarkan sebagai seorang wanita montok, keibuan yang bangkit dari bumi, tidak dapat dipisahkan dari elemen asalnya.
Dalam seni mosaik, ia tampil sebagai wanita bertubuh penuh, berbaring di tanah, sering berpakaian hijau, dan terkadang ditemani oleh pasukan Karpoi (Carpi, Buah) dan Horai (Horae, Musim).
Peran Gaia dalam mitologi Yunani terkadang kontradiktif atau mengejutkan. Dia membantu putranya Cronus menggulingkan ayahnya, Uranus, tetapi kemudian mengantarkan era baru lainnya dalam sejarah para dewa dengan mengasuh Zeus muda dan membantunya melengserkan Cronus.
Gaia juga menjadi lawan Zeus dan berusaha menggulingkannya dalam beberapa kesempatan. Di Yunani kuno, Gaia disembah bersama Demeter, dewi pertanian, sebagai bagian dari kultus kesuburan. Bahkan saat ini, kelompok agama neopagan, seperti Wicca, mengamati Gaia sebagai ibu dewi tertinggi dan pemberi kehidupan.
Gaia dan Uranus
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR