“Jalur molekuler dan metabolisme apa yang digunakan organisme kriptobiotik ini dan berapa lama mereka dapat menangguhkan kehidupan tidak sepenuhnya dipahami,” kata Vamshidhar Gade.
Ia seorang mahasiswa doktoral pada waktu itu di kelompok penelitian Teymuras Kurzchalia. Vamshidhar sekarang bekerja di ETH di Zurich, Swiss.
Para peneliti di Dresden melakukan perakitan genom berkualitas tinggi dari salah satu nematoda permafrost. Meskipun memiliki urutan kode batang DNA dan gambar mikroskopis, sulit untuk menentukan apakah cacing permafrost adalah spesies baru atau bukan.
Philipp Schiffer, pemimpin kelompok penelitian di Institute of Zoology, co-lead dari Biodiversity Genomics Center Cologne (BioC2) yang baru jadi di University of Cologne, dan ahli dalam penelitian genomik keanekaragaman hayati, bergabung dengan para peneliti Dresden untuk menentukan spesies dan menganalisis genomnya dengan timnya.
Menggunakan analisis filogenomik, dia dan timnya mampu mendefinisikan cacing gelang sebagai spesies baru, dan tim memutuskan untuk menamainya "Panagrolaimus kolymaensis." Sebagai pengakuan atas wilayah Sungai Kolyma tempat asalnya, nematoda tersebut diberi nama latin Kolymaensis.
Menurut Vamshidhar Gade dan Temo Kurzhchalia, "Temuan eksperimental kami juga menunjukkan bahwa Caenorhabditis elegans dapat tetap bertahan untuk waktu yang lebih lama dalam keadaan ditangguhkan daripada yang didokumentasikan sebelumnya."
Ia menambahkan, "Secara keseluruhan, penelitian kami menunjukkan bahwa nematoda telah mengembangkan mekanisme yang memungkinkan mereka melestarikan kehidupan dalam periode waktu geologis."
"Temuan kami sangat penting untuk memahami proses evolusi karena waktu generasi dapat berkisar dari beberapa hari hingga ribuan tahun dan karena kelangsungan hidup jangka panjang individu suatu spesies dapat mengakibatkan munculnya kembali garis keturunan yang seharusnya punah," simpul Philipp Schiffer, salah satu penulis yang mengawasi penelitian tersebut.
Philipp Schiffer yakin bahwa "mempelajari adaptasi spesies terhadap lingkungan ekstrem seperti itu dengan menganalisis genom mereka akan memungkinkan kita untuk mengembangkan strategi konservasi yang lebih baik dalam menghadapi pemanasan global."
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR