Nationalgeographic.co.id—Penemuan fosil gajah purba di Sragen Jawa tengah beberapa hari lalu menandai bahwa jutaan tahun lalu kawasan itu pernah menjadi ekosistem berawa dan hutan terbuka pada era Pleistosen.
Situs Sangiran terletak di dua wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar.
Ada tiga jenis gajah yang pernah hidup di Sangiran antara satu juta sampai dua ratus ribu tahun yang lalu.
Tiga generasi gajah purba tersebut yaitu Mastodon, Stegodon dan Elepas. Ciri fisik yang membedakan ketiganya adalah tipe gigi dan bentuk gadingnya.
Stegodon merupakan jenis gajah purba yang paling banyak ditemukan di Sangiran. Mereka hidup sampai pada era Pleistosen akhir.
Pada era Pleistosen mereka hidup di sebagian besar Asia dan Afrika Timur dan Tengah, dan di Wallacea sampai ke Timor. Saat itu nenek moyang kita manusia purba berkeliaran dengan megafauna.
Dilansir dari Ancient Origins, hewan raksasa dan megafauna purba yang berkeliaran di Asia Tenggara seratus ribu tahun lalu mati karena perubahan iklim.
Sebuah tim ilmuwan dari Universitas Griffith di Brisbane, Australia telah menerbitkan sebuah studi baru di jurnal Nature yang mengklaim bahwa selama 2,6 juta tahun lalu, pada era Pleistosen, Asia Tenggara berfluktuasi dari lingkungan tropis basah ke padang rumput yang kaya.
Penelitian mereka menyimpulkan bahwa perubahan iklim sekitar seratus ribu tahun yang lalu menyebabkan kembalinya kondisi tropis yang membunuh primata dan megafauna awal.
Penelitian ini memperingatkan kita bahwa hal yang sama dapat terjadi pada hewan besar yang kita punya sekarang, saat dunia semakin panas.
"Jika kita tidak bertindak sekarang untuk mendinginkan bumi, banyak rekan kita yang berbulu akan hilang selamanya" ungkap tim ilmuwan.
Sekitar satu juta tahun yang lalu hutan hujan yang mendominasi wilayah Myanmar hingga Indonesia. Saat lingkungan berubah dari hutan hujan basah menjadi padang rumput, maka terjadi migrasi hewan.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR