Kultus mencapai puncak popularitasnya selama akhir Republik dan awal Kekaisaran tepatnya abad ke-2 SM hingga abad ke-2 M.
Salah satu elemen paling kontroversial dari kultus ini adalah bagaimana para pengikutnya, yang dikenal sebagai Galli bertindak. Galli mendapatkan popularitas di Roma selama akhir Republik dan awal Kekaisaran.
Para pendeta ini dikenal karena ritual mereka yang liar dan luar biasa. Mereka sering kali melibatkan pencambukan diri dan tindakan mutilasi diri lainnya. Galli diyakini memiliki kekuatan magis, dan kehadiran mereka sering dianggap sebagai ancaman terhadap tatanan sosial.
Karena Galli sering terpinggirkan dan dikucilkan dari masyarakat arus utama, kultus mereka mungkin telah memberikan rasa memiliki dan kebersamaan bagi mereka yang merasa sama-sama tersisih dari masyarakat.
Kultus Mithraisme
Masyarakat rahasia lain yang populer di sejarah Romawi kuno adalah Mithraisme, sebuah agama yang berpusat pada pemujaan dewa Mithras.
Agama ini eksklusif untuk laki-laki. Dikenal dengan ritus inisiasinya, agama ini melibatkan serangkaian ujian yang dirancang untuk menguji kesetiaan dan keberanian calon pengikutnya.
Mithraisme diperkenalkan ke Roma pada abad ke-1 M dan mendapatkan popularitas di kalangan tentara dan anggota elit Romawi. Tampaknya telah mencapai puncak popularitasnya selama abad ke-2 dan ke-3 Masehi.
Mithraisme populer karena menekankan kesetiaan, disiplin, dan keberanian. Agama ini juga sangat eksklusif, dengan ritus inisiasi dan hierarki peringkat, yang mungkin menarik bagi mereka yang mencari rasa memiliki dalam kelompok tertentu.
Kultus Isis
Kultus Isis berpusat pada pemujaan dewi Isis, yang dipandang sebagai figur ibu dan penyembuh. Kultus ini populer di kalangan orang-orang dari semua lapisan masyarakat karena menjanjikan hubungan pribadi dengan dewi dan kemungkinan keselamatan di akhirat.
Penekanan kultus pada sihir dan misteri juga menarik bagi mereka yang mencari bentuk pemujaan yang lebih eksotis dan esoterik.
Source | : | History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR