Anda sadar Anda bukanlah Sukab, sosok rekaan dalam cerita fiksi Seno Gumira Ajidarma. Jika Anda Sukab, Anda mungkin akan memotong senja di Semayang itu untuk dijadikan kartu pos. Lalu mengirimkannya kepada Alina, kekasih Anda.
Cerita Sukab itu fiktif, sedangkan keindahan senja di Danau Semayang nyata. Jadi, tak heran bila Anda tak kuasa untuk terus terkenang dan terbayang oleh keindahannya. Dan seberapa pun sering orang memotretnya, senja di Semayang selalu lebih indah jika dilihat secara langsung. Keindahan itulah yang kini ditawarkan oleh Kelompok Sadar Wisata Bekayuh Baumbai Bebudaya (Pokdarwis B3) di Desa Pela.
Selain panorama senja di Semayang, andalan lain ekowisata di Desa Pela adalah keberadaan pesut mahakam. Fauna ini merupakan satwa langka endemik yang hidup di Sungai Mahakam dan badan-badan air yang terhubung dengannya, termasuk Sungai Pela dan Danau Semayang. Lumba-lumba air tawar ini kini berstatus sebagai hewan terancam punah dan dilindungi oleh undang-undang.
Pokdarwis B3 yang menawarkan ekowisata pesut tersebut dibentuk sejak tahun 2017. Sejak 2017, mereka mulai giat mengembangkan potensi ekowisata Desa Pela. Desa ini merupakan perkampungan nelayan didominasi oleh rumah dan jembatan kayu. Sebab, wilayah desa ini dikelilingi oleh sungai, rawa, dan danau.
Pada 16 juni 2018, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara secara resmi menetapkan Desa Pela sebagai desa wisata. Sejak saat itu, pengembangan ekowisata di desa ini semakin gencar dilakukan. Pada 2022, Desa Pela masuk dalam peringkat 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI).
Kepala Desa Pela, Supyan Noor, mengatakan bahwa generasi muda di Desa Pela punya perhatian besar terhadap upaya pelestarian pesut mahakam. “Para generasi muda desa mendesak agar pemerintahan di desa ini membuat suatu peraturan yang mengarah kepada pemeliharaan atau pelestarian pesut tersebut,” tutur Supyan.
“Dengan itu kami menerbitkan satu peraturan desa tentang pemeliharaan pesut, tentang pelarangan penggunaan alat tangkap yang bisa mengurangi ketersediaan pakan yang ada di Danau Semayang ini,” lanjut Supyan lagi. “Makanya kami membuat satu peraturan mengenai larangan alat tangkap yang dikatakan ilegal penggunaannya.”
Ketua Pokdarwis B3, Alimin, mengatakan bahwa sejak dulu warga Desa Pela sangat menghormati dan melindungi pesut mahakam. “Pesut itu teman nelayan. Ketika ada pesut, berarti ada banyak ikan di sana,” ujarnya. “Itu jadi pertanda bagi nelayan untuk mencari ikan di lokasi yang tepat.”
Supyan menambahkan bahwa selain menawarkan pesona alam, Desa Pela juga telah mempersiapkan generasi mudanya untuk melestarikan kebudayaan dan kesenian daerah. Kebudayaan dan kesenian daerah itu menurutnya sedang terancam punah karena mulai dilupakan seiring dengan pergeseran zaman.
“Kami kembali mengangkat budaya-budaya dan seni yang sudah mulai lapuk seperti tari-tarian dan juga seni budaya bela diri kuntau. Jadi kuntau ini sekarang sudah mulai bergeser oleh seni bela diri modern,” ucap Supyan. “Sekarang itu mau kami hidupkan kembali untuk mengangkat potensi dari bidang kesenian dan kebudayaan di desa wisata ini.”
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR