Nationalgeographic.co.id—"Saat matahari sedang terbenam, tinggalkan apa pun yang sedang Anda lakukan dan saksikanlah." Begitulah petuah Mehmet Murat Ildan, seorang dramawan, novelis, dan pemikir besar asal Turki.
Petuah itu sebaiknya Anda turuti. Ikuti. Lakukan. Apalagi jika Anda sedang berada di Tanjung Tamanoh pada suatu senja yang merekah. Senja pada hari Selasa terakhir di bulan Juli 2023.
Nikmatilah betul momen senja itu sebelum Anda kembali ke Jakarta. Sebelum Anda berkubang lagi dengan kemacetan jalan yang disesaki polusi.
Petang itu, misalkan Anda sedang mengunjungi tanjung tersebut, mungkin Anda sedang berdiri atau duduk santai di tanah berumput. Persis di hadapan Anda, ada bentangan air Danau Semayang. Danau terbesar kedua di Kalimatan Timur itu punya luas sekitar 13.000 hektare dan kedalaman circa 3,5 meter.
Di Tanjung Tamanoh saat itu, Anda baru saja menyaksikan penampilan tari jepen. Tarian khas suku Kutai yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam.
Lima pemudi dari Desa Pela memeragakan tarian tersebut. Di sisi lain, lima pemuda dari desa yang sama sedang membunyikan nada-nada musik khas Kutai sebagai pengiring tarian. Gerakan tari jepen yang ditampilkan bercerita tentang nelayan yang sedang mencari ikan di danau dengan penuh suka cita dan menggambarkan kebahagiaan nelayan saat panen ikan.
Pagelaran tari jepen kemudian selesai. Lima pemudi berhenti bergerak gemulai. Lima pemuda setop memetik dan menabuh alat-alat musik mereka.
Petang itu matahari mulai turun perlahan. Hamburan sinar mentari sore, yang posisinya semakin dekat cakrawala, sebagian besar hanya menyisakan warna kuning, oranye, dan merah untuk mata Anda. Semburat jingga secara dominan menghiasi langit senja itu. Anda terperangah oleh pesonanya.
Kini, sistem pelantang suara yang dibawa dari Desa Pela memutarkan lagu “Jingga di Semayang”. Lagu itu mengalun merdu, mengiringi gerak sang surya yang semakin turun ke ufuk barat. Bintang tata surya kita itu penaka lelah berdiri belasan jam di atas Bumi Etam.
Betapa padu. Betapa syahdu. Anda menikmati pemandangan senja di Danau Semayang itu dengan diiringi alunan lagu “Jingga di Semayang”. Saat alunan lagu memasuki bagian reff, Anda mulai menggerak-gerakkan kaki Anda mengikuti iramanya.
Jingga di Semayang
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR