Nationalgeographic.co.id—Keberagaman kultur di Indonesia, tumbuh dan berkembang secara dinamis, sesuai dengan lingkungan hidupnya masing-masing. Seperti halnya masyarakat pesisir yang budayanya terbentuk karena kehidupan laut.
Masyarakat pesisir sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir.
Umumnya, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang majemuk dengan ragam mata pencaharian, seperti nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, pedagang, buruh pelabuhan, dan lain-lain.
Kebudayaannya juga berkembang sesuai dengan kondisi geografisnya. Sebut saja salah satu kebudayaan masyarakat pesisir Suku Bajo Kecamatan Keruak, Lombok Timur yang dinamakan ritual nyalamaq dilauq.
Ritual nyalamaq dilauq menjadi satu identitas sekaligus "sebagai wadah untuk menyatukan perbedaan suku-suku bangsa di Tanjung Luar dan kelestarian lingkungan pesisir," tulis Habibuddin, Hanapi, dan Burhanuddin.
Habibuddin bersama dengan tim risetnya menulis dalam jurnal Geodika dengan artikel ilmiah berjudul Pelestarian Lingkungan Pesisir Melalui Ritual Nyalamaq Dilauq di Desa Tanjung Luar Keruak Lombok Timur yang terbit pada tahun 2023.
Selain itu, ritual ini berupaya menjaga "kelestarian lingkungan pesisir, sekaligus edukasi bagi kalangan generasi mileneal yang kurang mengetahui awal mula, makna, peran, fungsi, dan manfaat ritual nyalamaq dilauq," imbuhnya.
Sebelum ritual nyalamaq dilauq diselenggarakan, warga dan tokoh-tokoh masyarakat dari suku Bajo, Mandar, Bugis, dan Makassar, dan pejabat desa terlebih dahulu melakukan persiapan dengan mengadakan musyawarah.
Hal-hal yang dimusyawarahkan, seperti kapan ritual nyalamaq dilauq akan diselenggarakan dan siapa yang akan menjadi sandro yang memimpin prosesi.
Sandro merupakan orang yang memiliki ilmu kesaktian dan ilmu supranatural, biasanya menggunakan pakaian khas berwarna hitam. Biasanya, sandro tidak memandang laki-laki maupun perempuan.
Setelah itu, dibahas dan disiapkan kelengkapan ritual, seperti halnya seekor kerbau terbaik, serta tujuh jenis air macam masing-masing 1 liter, yaitu air hujan awal tahun dan turun pertama kali, biasanya disimpan oleh sandro, air sumur masjid, air sumur tua, air embun, air muara sungai, air laut pelabuhan.
Selain itu, kelengkapan lain seperti delapan botol minyak bauq (minyak diproses secara khusus), bambu kuning untuk rakit, baloq tallah, sejenis ruasnya agak panjang, langir sama, diambil daunnya untuk memandikan kerbau, biasanya dicari di hutan, ketan hitam, putih, dan merah.
Perlu juga disiapkan beras merah, putih, kuning, daun lontar. Mereka juga menyiapkan menyan ±3 kg, dan parai bente, beras yang disangrai. Bahan pelengkap lainnya, seperti benang, emas 20 karat ±0,5 gram.
Source | : | Geodika: Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR