Untuk mengeluarkannya tanpa merusak tubuh, pembalsem membuat sayatan kecil di dasar tengkorak, dekat bagian belakang kepala. Mereka kemudian menggunakan alat panjang seperti kait yang terbuat dari perunggu atau besi untuk menembus tulang dan mencapai otak. Alat itu kemudian digunakan untuk memecah otak dan mengeluarkannya melalui hidung.
Perlu dicatat bahwa pengangkatan otak tidak selalu berhasil, dan terkadang ada bagian otak yang tertinggal.
Hal ini tidak dianggap sebagai masalah besar, karena orang Mesir kuno percaya bahwa jantung adalah organ terpenting, dan merupakan satu-satunya organ yang tersisa di dalam tubuh selama mumifikasi.
Setelah organ dalam diangkat, rongga tubuh akan diisi dengan berbagai macam bahan, seperti linen, serbuk gergaji, atau perban yang direndam dalam resin.
Langkah ini membantu memulihkan bentuk alami tubuh, yang mungkin terdistorsi selama pengangkatan organ dalam.
Selain itu, bahan yang digunakan untuk isian membantu mengeringkan sisa kelembapan di dalam tubuh, mencegah pembusukan dan mengawetkan mumi.
Dehidrasi dengan Natron
Tubuh kemudian didehidrasi menggunakan natron, garam alami yang banyak ditemukan di Mesir. Ditutupi natron selama jangka waktu 40 hari, selama waktu itu garam menyerap semua kelembapan dari tubuh. Proses ini mencegah tubuh membusuk dan membantu mengawetkannya untuk akhirat.
Setelah tubuh mengalami dehidrasi, tiba waktunya untuk pembalseman. Hal ini melibatkan pengaplikasian berbagai minyak, resin, dan balsem pada tubuh untuk membantu mengawetkannya.
Para pembalsem akan memijat tubuh dengan zat-zat ini dan kemudian membalutnya dengan perban linen.
Mereka juga akan menempatkan jimat, seperti ankh, simbol kehidupan, dan ushabti, patung kecil yang diyakini berfungsi sebagai pelayan firaun di akhirat, di dalam lapisan perban.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR