Nationalgeographic.co.id—Ratusan candi pernah dicatatkan dalam tinta emas sejarah peradaban bangsa Indonesia sebagai bukti keemasan peradaban kuno di Nusantara. Kekunaannya mengundang peneliti kolonial untuk membedahnya lebih dalam.
Salah satu candi yang pernah menghilang ialah Prambanan. Satu fakta yang tak terbantahkan bahwa keelokan arsitektur bangunan Candi Prambanan pernah runtuh dan menghilang bersama sejarah emasnya selama beberapa belas abad.
Setelah kepindahan pusat kerajaan Mataram Kuno, Brambanan—masyarakat kuno memanggilnya—laiknya bangunan renta yang tak terawat. Kemegahan dan keelokan arsitekturnya hilang diranggas waktu, termakan belukar yang runggut menutupinya.
Ketika menguatnya pengaruh kolonialisme di Jawa, upaya untuk menemukan bangunan-bangunan kuno mulai dilakukan. Hal ini pernah disebutkan dalam catatan sejarah kolonial yang terangkum dalam catatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta.
Catatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, menyebutkan pada tahun 1733, seorang pegawai VOC bernama C. A. Lons, mengadakan kunjungan lawatan di berbagai tempat di Surakarta dan Yogyakarta.
Sebuah buku catatan yang diterbitkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta, berjudul Membangun Kembali Prambanan, diterbitkan pada 2009, mengisahkan tentang kemunculan kembali Prambanan setelah pemindahan kekuasaan Mataram ke Jawa Timur.
"Ia mengunjungi sejumlah peninggalan-peninggalan bangunan di kraton Kartasura, Kota Gede, termasuk pula reruntuhan candi di sekitar Prambanan," demikian menurut lembaga itu.
C. A. Lons mencatat perjalanannya ke kawasan perkomplekan Candi Prambanan dengan baik, menyebutkan adanya bukit-bukit dimana bebatuan menyebul di puncaknya. Meskipun diragukan apakah dalam deskripsinya tersebut ia bercerita mengenai Candi Prambanan ataukah Candi Sewu.
"Sampai dengan sekitar awal abad ke-19, setidaknya tercatat sejumlah antiquarian Belanda membuat catatan deskriptif berupa gambar dan peta di sekitar Candi Prambanan," tulis lembaga itu.
Sejarah kolonial mencatat bahwa Cornelius di tahun 1805, diduga telah membuat lukisan candi-candi kuno di Kalasan, Sari dan Sewu, namun tidak ada catatan lain yang lebih jelas mengungkap tentang Prambanan.
"Pada 3 Agustus 1812, Raffles yang ketika itu berada di kediaman John Crafwurd yang merupakan Residen Yogyakarta, menceritakan minatnya pada candi-candi kuno di Jawa dan berniat untuk menelitinya. Salah satu candi yang pernah dia lihat adalah Prambanan," tulis Raffles dalam bukunya berjudul The History of Java yang terbit pada 1817.
Source | : | Membangun Kembali Prambanan (2009) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR