Ia masih menikmati memancing dan selalu bersikap manis ketika ada anak-anak. Namun kondisi fisik dan sarafnya tidak mengalami perubahan setelah mendapatkan perawatan. Dia masih gugup dan mudah tersinggung.
Pada bulan-bulan terakhir tahun itu, kemarahan Al Capone berkurang, namun terkadang kemarahannya bertambah parah. Selain sesekali mengunjungi toko obat, Mae Capone menjaga kehidupan suaminya setenang mungkin.
Selama hari-hari terakhir sebelum kematiannya, dia berjalan-jalan dengan mengenakan piyama sambil mencari harta karunnya yang hilang. Mantan gangster itu terlibat dalam percakapan delusi dengan teman-teman yang sudah lama meninggal.
Dia sangat gembira saat mengunjungi toko obat, seperti anak kecil yang mendapatkan permen. FBI mencatat pada tahun 1946 bahwa Al Capone kemudian memiliki mentalitas seorang anak berusia 12 tahun.
Pada tanggal 21 Januari 1947, ia menderita strok. Istrinya menelepon dokter dan mencatat bahwa kejang-kejang yang dialami suaminya terjadi setiap 3 hingga 5 menit. Saat itu, anggota tubuh Al Capone kejang, wajahnya tegang, pupilnya membesar, serta mata dan rahangnya kaku.
Obat diberikan, kelumpuhan pada anggota tubuh pun mereda. Sayangnya, Al Capone menderita bronkopneumonia.
Obat diberikan, dan dalam beberapa hari, Al Capone tidak mengalami kejang sedikit pun. Kelumpuhan pada anggota badan dan wajahnya telah mereda. Namun bronkopneumonia menyebabkan kondisinya semakin memburuk.
Setelah spesialis jantung memberinya obat untuk menyembuhkan pneumonia dan memperlambat perkembangan gagal jantungnya, Al Capone mulai kehilangan kesadaran. Pada tanggal 24 Januari ia sempat sadar dan meyakinkan keluarganya bahwa dia akan menjadi lebih baik.
Mae mengatur agar Monsinyur Barry Williams melaksanakan upacara terakhir suaminya. Pada tanggal 25 Januari pukul 19.25, Al Capone meninggal. “Tanpa peringatan apa pun, ia meninggal dunia,” ungkap Margaritoff.
Kebenaran tentang penyebab kematian Al Capone, gangster legendaris dalam sejarah dunia
Akhir hidupnya bisa dibilang dimulai dengan kontraksi awal sifilis, yang terus-menerus masuk ke dalam organ tubuhnya selama bertahun-tahun. Namun, strok yang dideritanyalah yang menyebabkan pneumonia menyebar ke dalam tubuhnya. Pneumonia itu mendahului serangan jantung yang akhirnya membunuhnya.
Kemampuan mental Al Capone telah merosot seperti anak berusia 12 tahun karena sifilis yang tidak diobati. Sifilis itu menyerang otaknya selama bertahun-tahun.
Strok yang dialaminya pada tahun 1947 melemahkan sistem kekebalan tubuh Al Capone sehingga ia tidak dapat melawan pneumonia yang dideritanya. Jadi dia menderita serangan jantung akibat semua itu dan meninggal.
Pada akhirnya, orang-orang yang dicintainya mengungkapkan berita kematian yang menggambarkan kepribadian ikonik gangster tersebut:
“Kematian telah menantinya selama bertahun-tahun, sama lantangnya dengan seorang pelacur Cicero yang menelepon seorang pelanggan. Tapi Big Al tidak dilahirkan untuk pingsan di trotoar atau pelataran koroner. Dia meninggal seperti orang Neapolitan kaya, di tempat tidur bersama keluarganya yang menangis tersedu-sedu di dekatnya. Di saat yang sama, angin lembut berbisik di pepohonan di luar.”
Source | : | All Thats Interesting |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR