Bagaimana dewa laut mendapatkan trisulanya?
Menurut mitos kuno, trisula Poseidon diberikan kepadanya oleh Cyclop, pandai besi kuno yang juga menciptakan pelindung kepala milik Hades dan petir Zeus. Senjata legendaris tersebut konon terbuat dari emas atau kuningan.
Menurut Bibliotheca Pseudo-Apollodorus, senjata-senjata ini diberikan sebagai hadiah oleh raksasa bermata satu. Zeus, Poseidon, dan Hades (Roman Pluto) membebaskan makhluk purba dari Tartarus. Senjata tersebut hanya bisa dipegang oleh para dewa yang bersangkutan. Berkat senjata itu, ketiga dewa muda mampu menangkap Cronus bersama para Titan lainnya dan mengikat mereka.
Dengan senjata yang diberikan oleh Cyclop, para dewa Olympus bisa dengan mudah mengalahkan Titan.
Zeus dan saudara-saudaranya membagi dunia di antara mereka. Saat Zeus berbagi kekuasaan atas Bumi dan Gunung Olympus dengan saudara-saudaranya, Poseidon menguasai laut dan menetap di sana.
Poseidon terus menggunakan trisulanya. Kadang-kadang trisula memberikan kebaikan, seperti ketika ia menciptakan mata air yang menjadi sumber air bagi Athena. Di sisi lain, trisula tersebut juga dapat membawa kehancuran akibat gempa bumi dan banjir.
Kekuatan trisula Poseidon
Trisula Poseidon adalah tombak bercabang tiga yang terbuat dari emas atau kuningan. Poseidon menggunakan senjatanya berkali-kali dalam penciptaan Yunani. Ia membelah daratan dengan gempa bumi, menciptakan sungai, dan bahkan mengeringkan wilayah hingga membentuk gurun.
Salah satu kemampuan trisula yang tidak biasa adalah menciptakan kuda. Menurut catatan Apollonius, ketika para Dewa harus memilih siapa yang menguasai Athena, mereka mengadakan kompetisi. Para dewa harus menghasilkan sesuatu yang paling berguna bagi manusia. Poseidon menghantam tanah dengan trisulanya, menciptakan kuda pertama. Namun, Athena mampu menumbuhkan pohon zaitun pertama dan memenangkan kompetisi tersebut.
Trisula di kebudayaan lain
Lambang trisula juga tidak hanya ada di laut dan dimiliki oleh Poseidon. Trisula dalam mitologi Yunani jua memiliki persamaan yang menonjol dalam agama Indo-Eropa lainnya.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR