Nationalgeographic.co.id—Banyak anak tidak berhasil melewati masa kanak-kanaknya pada zaman Romawi kuno. Hal ini lantaran banyaknya penyakit yang muncul dan berbahaya sebelum ditemukannya vaksin pada akhir abad ke-18. Lalu bagaimana kehidupan di anak-anak dalam sejarah Romawi kuno?
Tahapan Masa Kecil Romawi
Di zaman modern, kita memandang masa kanak-kanak dan masa muda seseorang memiliki tahapan yang berbeda. Misalnya, jika seseorang masih bayi hingga ia berusia sekitar 5 atau 6 tahun dianggap sebagai anak-anak dan memasuki tahap remaja dimulai usia 13 tahun atau lebih. Namun, masyarakat Romawi kuno menganggap seseorang ketika mencapai usia 13 atau 14 tahun sebagai orang dewasa muda.
Pendidikan Anak di Roma
Saat ini, pendidikan adalah hal yang penting bagi masa kanak-kanak. Sistem pendidikan Romawi mencerminkan kurikulum pendidikan yang telah berkembang dalam masyarakat Yunani sejak abad keenam SM.
Orang kaya mempunyai guru privat, sementara yang lain bersekolah di sekolah setara Romawi. Di sana mereka belajar membaca dan menulis bahasa Latin dengan baik dan juga bahasa Yunani, bahasa budaya.
Kurikulumnya berfokus pada tata bahasa, retorika, dan filsafat di atas segalanya, sementara unsur mitologi dan sastra Yunani dan Romawi juga dimasukkan.
Anak laki-laki diharapkan unggul dalam retorika, pidato, dan filsafat seiring bertambahnya usia, dengan aliran Stoic menjadi yang terpenting dalam bidang yang terakhir. Sebaliknya, anak perempuan diharapkan belajar menjahit dan menjalankan rumah tangga.
Keluarga dan Perceraian di Roma Kuno
Dalam catatan sejarah Romawi kuno, sebagian besar anak-anak terkena dampak perceraian. Namun, berbeda dengan mayoritas masyarakat pra-modern, masyarakat Romawi sangat liberal dalam pendekatan mereka terhadap perceraian.
Sebagian besar masyarakat mengharuskan individu yang sudah menikah untuk membenarkan perpisahan yang sah dengan menyoroti perselingkuhan pasangannya atau alasan lain yang mengharuskan diakhirinya perkawinan mereka. Bagi orang-orang Romawi, sudah cukup jika salah satu dari mereka yang terlibat memutuskan bahwa mereka tidak ingin lagi menikah dengan yang lain.
Jika mereka sudah muak dengan suami atau istri, mereka dapat memulai proses perceraian dan memperolehnya dengan mudah. Hal ini memastikan bahwa banyak anak-anak Romawi adalah anak-anak hasil perceraian.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR