Kesempatan untuk melarikan diri akhirnya muncul pada tahun 1341. Saat itu sultan memilih Batutah sebagai utusannya ke Kekaisaran Tiongkok. Masih haus akan petualangan, penjelajah Maroko itu berangkat memimpin karavan besar yang penuh dengan hadiah dan budak.
Perjalanan ke timur terbukti menjadi babak paling mengerikan dalam pengembaraan Batutah. Pemberontak Hindu mengganggu kelompoknya selama perjalanan ke pantai India. Konon Batutah kemudian diculik dan dirampok. Tidak ada yang tersisa kecuali celana yang dikenakannya.
Batutah berhasil mencapai pelabuhan Kalikut. Tapi saat berlayar, kapalnya terhempas ke laut dalam badai dan tenggelam. Kecelakaan menewaskan banyak orang di rombongannya.
Rentetan bencana menjadi aib bagi Batutah. Namun, dia enggan kembali ke Delhi dan menghadapi sultan. Karena alasan itu, Batutah pun memilih untuk melakukan perjalanan laut ke selatan menuju kepulauan Samudra Hindia di Maladewa. Dia tetap tinggal di pulau-pulau indah itu selama setahun berikutnya.
DI Maladewa, ia pun menikahi beberapa wanita dan sekali lagi menjabat sebagai hakim. Batutah mungkin akan tinggal lebih lama lagi di Maladewa jika ia tidak mendapatkan masalah. “Setelah berselisih dengan para penguasa Maladewa, ia melanjutkan perjalanannya ke Kekaisaran Tiongkok,” kata Andrews.
Setelah singgah di Sri Lanka, ia menaiki kapal dagang melintasi Asia Tenggara. Pada tahun 1345, 4 tahun setelah pertama kali meninggalkan India, ia tiba di pelabuhan Quanzhou yang ramai di Kekaisaran Tiongkok.
Batutah menggambarkan Tiongkok sebagai kekaisaran teraman dan terbaik bagi para pengelana. Sang penjelajah pun memuji keindahan alamnya. Di Tiongkok, sang penjelajah Maroko itu tetap dekat dengan komunitas Muslim.
Dalam catatannya, ia hanya memberikan gambaran samar-samar tentang kota-kota besar. Misalnya Hangzhou yang ia sebut sebagai “kota terbesar yang pernah saya lihat di muka bumi.”
Sejarawan masih memperdebatkan seberapa jauh ia pergi. Batutah mengaku telah menjelajahi utara hingga Beijing dan melintasi Grand Canal yang terkenal.
Akhir petualangan sang penjelajah
Kekaisaran Tiongkok menandai awal dari berakhirnya perjalanan Batutah. Setelah mencapai ujung dunia yang dikenal, ia akhirnya berbalik dan melakukan perjalanan pulang ke Maroko. Ia tiba di Tangier pada tahun 1349.
Kedua orang tua Batutah telah meninggal pada saat itu. Konon ia hanya tinggal sebentar sebelum kembali melakukan perjalanan ke Spanyol. Batutah kemudian memulai perjalanan panjang melintasi Sahara ke Kekaisaran Mali, di mana dia mengunjungi Timbuktu.
Batutah tidak pernah membuat catatan perjalanan selama petualangannya. Tapi ketika ia kembali ke Maroko untuk selamanya pada tahun 1354, sultan memerintahkannya untuk menyusun catatan perjalanan.
Batutah pun menghabiskan tahun berikutnya mendiktekan ceritanya kepada seorang penulis bernama Ibnu Juzayy. Hasilnya adalah sebuah sejarah lisan yang disebut Hadiah bagi Mereka yang Merenungkan Keajaiban Kota dan Keajaiban Perjalanan. Catatan perjalanan itu juga dikenal dengan sebutan Rihla (atau “perjalanan”).
Rihla tidak terlalu populer pada zamannya. Namun buku tersebut kini menjadi salah satu kisah dunia Islam abad ke-14 yang paling jelas dan luas cakupannya.
Setelah Rihla ditulis, Ibnu Batutah lenyap dari catatan sejarah dunia. Ia diyakini pernah bekerja sebagai hakim di Maroko dan meninggal sekitar tahun 1368. Hanya sedikit yang diketahui tentang dirinya. Tampaknya setelah menghabiskan seumur hidup di jalan, pengembara hebat itu akhirnya puas tinggal di satu tempat.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR