Nationalgeographic.co.id—Naga yang beristirahat di atas timbunan emasnya, ksatria yang gagah berani menyerang untuk menyelamatkan gadis dari ancaman binatang bersisik. Ini adalah gambaran populer yang telah lama dikaitkan dengan Abad Pertengahan Eropa.
Meskipun kisah tentang naga sangat populer kala itu, faktanya orang-orang abad pertengahan menjalani seluruh hidup mereka tanpa pernah bertemu dengan raksasa bersayap dan bernapas api.
Pada Abad Pertengahan Eropa, menurut Matthew Gabriele, profesor studi abad pertengahan dari Virginia, kisah-kisah monster berfungsi sebagai alat pengajaran agama.
“Memberikan contoh-contoh tentang apa yang tidak boleh dilakukan, manifestasi dari ancaman yang ditimbulkan oleh hal-hal gaib dan jahat, dan metafora untuk kejahatan yang dilakukan manusia terhadap sesamanya.”
Orang-orang abad pertengahan menceritakan kisah-kisah tentang semua jenis monster, termasuk hantu, manusia serigala, dan wanita yang berubah menjadi ular pada hari Sabtu. Namun, naga memiliki tempat khusus dalam imajinasi modern dan abad pertengahan.
Selama beberapa tahun terakhir, Bruce, sejarawan di Fordham University, telah mengeksplor tentang bagaimana orang-orang abad pertengahan berbicara tentang monster.
Bruce telah menerbitkan buku-bukunya, yang merupakan kumpulan teks dari dunia kuno, abad pertengahan, dan awal modern. Buku-buku ini memungkinkan pembaca untuk melihat sendiri bagaimana orang-orang di masa lalu berpikir tentang hal-hal yang terjadi di malam hari.
Dalam berbagai kisah saat ini, naga sering muncul sebagai musuh yang harus dikalahkan dalam pertarungan tunggal yang gagah berani.
Berbeda dengan naga pada Abad Pertengahan Eropa. Ia lebih sering muncul dalam kisah-kisah kehidupan orang-orang kudus dan tokoh-tokoh religius, alih-alih pencurian dan petualangan.
Pada abad keenam, misalnya, uskup dan penyair Prancis, Venantius Fortunatus, menulis tentang uskup Paris bernama Marcellus. Ia dikisahkan mengusir seekor naga yang telah melahap mayat seorang wanita bangsawan berdosa di hadapan warga.
Uskup tersebut memukul kepala naga itu tiga kali, menuntunnya melewati Paris dengan tali, lalu mengusirnya kembali ke hutan agar naga itu tidak mengganggu kota lagi.
Seajrawan Bizantium, Michael Psellos, menulis pada abad ke-11 tentang seekor naga yang menyiksa Saint Marina. Dijebloskan ke penjara dan disiksa oleh seorang pejabat Romawi yang ingin melecehkannya secara seksual, Marina bertemu dengan iblis dalam bentuk naga. Monster itu mengancamnya, mengabaikan doa-doanya dan menelan seluruh tubuhnya.
Naga juga dapat menjadi perwujudan ancaman paganisme yang dikalahkan, seperti yang terjadi pada Santo George. Seorang santo militer abad ketiga dari Mediterania timur, George konon membunuh naganya di provinsi Romawi Libya di Afrika Utara.
Bagi umat Kristen di kemudian hari, monster naga ini mewakili para penyembah berhala pada masa itu, yang dianggap mengancam.
Kisah pertempuran George juga digunakan untuk berbicara tentang ksatria Barat kontemporer serta konflik antara Kristen dan Muslim.
Dengan demikian, seperti yang telah dikatakan Matthew, “monster-monster di era abad pertengahan secara bersamaan bersifat alamiah dan supranatural, baik sebagai metafora maupun lebih dari itu.”
Dalam setiap kasus, naga-naga ini merupakan bagian dari lanskap-bahaya yang harus dihadapi, atau setidaknya direnungkan, dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi orang-orang di masa lalu, kisah-kisah monster bukan hanya tentang hal yang menakutkan. Mereka adalah kisah-kisah moral yang mengandung peringatan dan pelajaran.
Monster, baik dari abad pertengahan maupun modern, memang merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
Dari Dulu hingga Kini, Mengapa Naga Menarik?
Dalam banyak budaya, naga adalah simbol dari berbagai konsep dan ide, seperti kebijaksanaan, keberuntungan, dan bahkan kejahatan. Ini memberikan naga kedalaman karakter yang tidak dimiliki oleh banyak makhluk mitologis lainnya.
Naga sering kali memainkan peran penting dalam cerita dan legenda. Mereka bisa menjadi musuh yang harus dikalahkan oleh pahlawan, atau mereka bisa menjadi sekutu yang membantu pahlawan.
Salah satu hal yang membuat naga menarik adalah karakter yang dinamis. Berbeda dengan banyak makhluk mitologis lainnya, naga ditemukan dalam mitologi dan legenda dari berbagai budaya di seluruh dunia. Ini memberikan naga daya tarik universal.
Selain itu, karakter naga juga tidaklah kaku, mereka berevolusi sepanjang waktu. Dalam beberapa kasus, mereka telah berubah dari simbol kejahatan menjadi karakter yang lebih kompleks dan berlapis.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR