Para peneliti juga menyorot dugaan kepada aktivitas pariwisata lokal, khususnya di Svalbard, Norwegia. Aktivitas pariwisata di sana sedang meningkat, tetapi kurang memiliki infrastruktur limbah yang memadai. Hal ini menyebabkan peningkatan kebocoran limbah ke perairan sekitarnya.
Sumber mikroplastik sangat mungkin dari aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan di laut. Pada akhirnya, serpihan amat kecil ini terbawa oleh sirkulasi laut dan pencairan es, hingga akhirnya mencapai Arktika.
Faktor mikroplastik bisa ada di Laut Barents bisa disebabkan sumber-sumber lokal, termasuk masuknya air berisi limbah dari Norwegia atau negara-negara sekitar Atlantik. Singkatnya, Kelimpahan mikroplastik yang lebih tinggi di wilayah pesisir pada akhirnya terbawa ke laut lepas.
“Pemanasan laut menyebabkan lebih banyak pencairan es di laut, berpotensi melepaskan lebih banyak mikroplastik dan menambah kompleksitas kehidupan laut dalam beradaptasi dengan perubahan dunia,” terang Coppock.
Mikroplastik Indonesia yang menyebar di lautan
Sementara Indonesia merupakan salah satu penyumbang sampah di lautan terbesar di dunia. Sebagai negara kepulauan, sampah plastik Indonesia mengalir ke Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Sampah tersebut tidak hanya dari aktivitas pariwisata di kawasan pesisir, tetapi juga aliran sungai yang bermuara ke lautan.
Lembaga kajian Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) melaporkan bahwa kandungan mikroplastik di sungai di Indonesia kontaminasi yang sangat tinggi. Di antaranya yuang terbesar adalah di Pulau Jawa yang terdiri dari Sungai Brantas, Bengawan Solo, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, dan Sungai Ciujung.
Dwi Amanda Utami, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa ada 12 juta ton limbah plastik mengalir ke lautan setiap tahunnya. Diprediksikan akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut pada 2050.
Mikroplastik di Indonesia berasal dari berbagai produk perawatan pribadi, cat, dan bahan pembersih. Dwi menegaskan, mikroplastik ini berbahaya bagi biota laut dari perairan tropishingga Arktika.
Dalam kajian Ecoton sendiri, penanganan mikroplastik perlu diatasi dengan penyediaan infrastruktur tempat sampah yang optimal.
Rekomendasi yang ditawatkan antara lain membuat regulasi pengurangan plastik sekali pakai di tiap daerah, sistem pengelolaan sampah terpadu di setiap desa, membuat regulasi baku mutu kontaminasi pada limbah industri, dan penetapan kawasan eksklusif di laut untuk meminimalisasi mikroplastik pada ikan.
Ada pula pembuatan peraturan yang tegas untuk mencegah sampah rumah tangga dibuang ke sungai. Saran yang tidak kalah penting lagi adalah pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang dilengkapi dengan pemindaian mikroplastik.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR