Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian terbaru mengungkap berbagai jenis ular yang hidup berdampingan dengan manusia di peradaban kuno. Melalui sebuah catatan lampau, peneliti menunjukan berbagai jenis ular dari negeri firaun.
“Penelitian terbaru kami, berdasarkan ular berbisa yang digambarkan dalam sebuah papirus Mesir kuno, menunjukkan lebih banyak hal daripada yang Anda bayangkan,” kata dosen senior zoologi (Antropologi Evolusioner) dari Universitas Bangor, Isabelle Catherine Winder.
Lukisan gua, teks-teks dari masa awal sejarah sering kali menggambarkan hewan-hewan liar yang dikenal oleh para penulisnya. Mereka membeberkan beberapa rincian yang luar biasa, namun sulit untuk mengidntifikasi spesiesnya.
Dokumen Mesir Kuno, Brooklyn Papyrus, berasal dari sekitar tahun 660-330 SM–diduga salinan dari dokumen yang lebih tua–menampilkan berbagai jenis ular. Tak hanya itu, papirus tersebut juga mencantumkan efek gigitan dan juga cara pengobatannya.
Dewa terkait dengan ular tersebut juga dihadirkan sebagai entitas yang dipercaya dapat menyelamatkan korban. Gigitan "ular besar Apophis" (dewa yang berwujud ular), misalnya, digambarkan menyebabkan kematian yang cepat.
Pembaca juga diperingatkan bahwa ular ini tidak memiliki dua taring seperti biasanya, melainkan empat taring, yang merupakan fitur langka untuk ular saat ini.
Isabelle menjelaskan, dalam Papirus Brooklyn, tercatat ada 37 spesies yang didaftarkan, di mana 13 di antaranya telah hilang.
“Saat ini, wilayah Mesir kuno adalah rumah bagi spesies yang jauh lebih sedikit. Hal ini menyebabkan banyak spekulasi di antara para peneliti mengenai spesies mana yang sedang dideskripsikan,” kata Isabelle.
Ular Bertaring Empat dalam Sejarah Dunia Kuno
Untuk ular raksasa Apophis, tidak ada pesaing yang masuk akal untuk saat ini di dalam perbatasan Mesir kuno. Ular mematikan di dunia, viper dan kobra yang sekarang ditemukan di Mesir hanya memiliki dua taring.
Menurut Isabelle, ular modern terdekat yang sering memiliki empat taring adalah boomslang (Disopholidus typus) dari sabana sub-Sahara Afrika. Mereka hanya ditemukan lebih dari 650 km di sebelah selatan Mesir sekarang.
“Racunnya dapat membuat korbannya mengalami pendarahan dari setiap lubang dan menyebabkan pendarahan otak yang mematikan.”
Mungkinkah ular Apophis merupakan gambaran awal dan terperinci dari boomslang? Dan jika ya, bagaimana orang Mesir kuno menemukan ular yang kini hidup jauh di selatan perbatasan mereka?
Untuk mengetahuinya, mahasiswa master Isabelle, Elysha McBride, menggunakan model statistik yang disebut pemodelan relung iklim. Model ini digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana rentang jelajah berbagai ular Afrika dan Levantine (Mediterania timur) telah berubah dari waktu ke waktu.
“Pemodelan relung iklim merekonstruksi kondisi tempat tinggal suatu spesies, dan mengidentifikasi bagian-bagian planet yang menawarkan kondisi serupa,” kata Isabelle. “Setelah model ini diajarkan untuk mengenali tempat-tempat yang cocok untuk saat ini, kita dapat menambahkan peta kondisi iklim masa lalu.”
Dari simulasi tersebut, kita dapat menghasilkan peta yang menunjukkan semua tempat di mana spesies tersebut mungkin dapat hidup di masa lalu.
Menelusuri Jejak Ular Purba
Melalui penelitiannya, Isabelle menunjukan bahwa iklim yang jauh lebih lembab pada masa awal Mesir kuno akan mendukung banyak ular yang tidak hidup di sana saat ini.
“Kami fokus pada sepuluh spesies dari daerah tropis Afrika, wilayah Maghreb di Afrika utara dan Timur Tengah yang mungkin cocok dengan deskripsi papirus,” tambahnya.
Diantara sepuluh spesies, terdapat beberapa ular berbisa yang paling terkenal di Afrika seperti mamba hitam, puff adder, dan boomslang. Dari daftar itu pula, Isabelle menemukan sembilan spesies yang diduga pernah hidup di Mesir kuno.
Banyak di antaranya yang mungkin pernah mendiami bagian selatan dan tenggara Mesir Kuno–Sudan utara modern dan pantai Laut Merah. Yang lainnya diperkirakan hidup di lembah Sungai Nil yang subur dan bervegetasi atau di sepanjang pantai utara.
“Sebagai contoh, boomslangs mungkin telah hidup di sepanjang pesisir Laut Merah di tempat-tempat yang 4.000 tahun yang lalu merupakan bagian dari Mesir,” kata Isabelle.
Isabelle menjelaskan, dari apa yang telah ia modelkan, terdapat banyak perubahan dalam iklim dan lingkungan. Pengeringan iklim dan penggurunan telah terjadi sekitar 4.200 tahun yang lalu, tapi mungkin tidak secara seragam.
Hal ini menyiratkan bahwa terdapat kemungkinan adanya jenis-jenis ular berbisa yang belum tercatat dari wilayah Mesir pada masa firaun
Penelitian kami menunjukkan betapa pentingnya memadukan teks-teks kuno dengan teknologi modern. Bahkan deskripsi kuno yang fantastis atau kurang tepat pun bisa sangat informatif.
“Pemodelan rentang jelajah kuno spesies modern dapat mengajarkan kita banyak hal tentang bagaimana ekosistem nenek moyang kita berubah sebagai akibat dari perubahan lingkungan. Kita dapat menggunakan informasi ini untuk memahami dampak interaksi mereka dengan satwa liar di sekitar mereka,” pungkas Isabelle.
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR