Nationalgeographic.co.id—"Tarik tambang lawan sampah, nih" kata saya saat menarik sampah berupa tali jaring yang tertanam di Perkampungan Nelayan Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Usaha saya gagal. Tali jaring itu sudah kuat tertanam.
Rusli yang merupakan sekretaris Kampung Taruna Ketapang turut membantu dengan menarik di bagian depan tali jaring. Saya di belakangnya. Ketika kami berdua menghitung mundur untuk menarik, talinya terputus dan membuat saya terjatuh. Warga yang turut mengangkut sampah lainnya yang tersebar di tepi pantai tertawa geli melihat saya terjatuh.
Tali jaring yang kerap dipakai nelayan terbuat dari polietilena, senyawa kimia berupa termoplastik yang sering digunakan secara luas. Senyawa ini juga dipakai dalam pembuatan kantong plastik. Dengan kata lain, tali jaring ini berbahan sama dengan plastik.
Sampah tali jaring yang banyak ditemukan di sekitar pesisir di Ketapang berarti ada banyak mikroplastik yang tersebar luas. Itulah alasan saya harus bersusah payah menariknya bersama sampah-sampah lainnya yang mayoritas adalah plastik kemasan.
Belum lagi, sebuah penelitian yang berlangsung dari 2020 sampai 2021 oleh BRIN mengungkapkan bahwa sampah Indonesia terbawa sampai ke Afrika. Berdasarkan simulasi yang dilakukan dalam penelitian, sampah yang terbawa dari Sungai Cisadane yang berada di Tangerang dan Bogor lebih mudah terbawa sampai ke Afrika timur.
"Memang [bersih-bersih pantai] adalah salah satu jadi program utama kita dari Karang Taruna," kata Rusly. "Sekarang sudah berjalan hampir tiga tahun untuk kegiatan bersih-bersih sampah."
Kali ini, pada 12 November 2023, upaya Karang Taruna dibantu oleh dalam kegiatan National Geographic Indonesia dan SayaPilihBumi. Kegiatan ini diadakan oleh media kotak kuning dan komunitasnya itu merupakan bagian dari program Sisir Pesisir dengan pendekatan "Jaringan Masjid".
Rusly mengatakan bahwa sebenarnya kesadaran warga akan lingkungan pesisir sudah ada. Namun, sumber daya manusia dan infrastruktur untuk menjaga keberlanjutannya masih minim. Itu sebabnya, ia dan rekan-rekan di Karang Taruna Ketapang sangat menyambut kegiatan kali ini.
Kegiatannya bersih-bersih sampah pesisir ini dilakukan di dua titik lokasi, yakni di dermaga nelayan dan Telaga Pen. Tidak semua sampah berhasil kami angkut karena ketersediaan kantong, waktu, dan jumlah tenaga yang membantu.
Rusly menyampaikan bahwa sebenarnya Desa Ketapang punya target untuk menjadi destinasi wisata pesisir. Sudah sejak lama, Pemerintah Kabupaten Tangerang memberikan peluang wisata. Akan tetapi, situasi sampah tidak terkendali, dan belum ada bantuan berkelanjutan untuk mengatasinya.
Hanya ada beberapa tempat penampungan sampah terpadu untuk kelurahan yang berisi 6.385 penduduk. Sedangkan sampah terus menumpuk dengan jumlah pengangkut yang tidak sebanding dengan warga.
Warga di Ketapang juga sudah memiliki pengalaman dalam mendaur ulang sampah plastik. Tidak jarang berbagai lembaga dan perusahaan melakukan kegiatan sosial dan lingkungan di sini, termasuk membuat kerajinan dari sampah plastik.
"Tapi kami jual ke mana, mas?" tanya seorang warga dalam pertemuan lokakarya yang diadakan setelah bersih-bersih sampah. Warga mengungkapkan, sudah banyak hasil kerajinan yang dibuat warga dari sampah plastik. Mereka memamerkan hasilnya berupa rangkaian origami untuk menjadi produk. Namun, produk mereka tidak punya nilai jual.
Lokakarya itu diselenggarakan National Geographic Indonesia dan SayaPilihBumi bersama Daur.id, sebuah lembaga pengolahan produk sampah yang punya nilai jual. Andi Alghifari Darma selaku founder Daur.id membawa berbagai produk yang telah dicacah, dileburkan, dan menjadi produk baru. Keresahan warga itu diterima Diky dan Darma.
Sebelumnya, Darma memperkenalkan pembuatan produk baru yang punya nilai guna agar pembeli ingin membeli. Produknya antara lain seperti taplak dan pembungkus botol. Produk yang dihadirkan Daur.id begitu kuat karena berasal dari sampah yang dicacah lalu dileburkan.
Pengenalan ini sengaja dilakukan untuk membuat varian produk baru bagi warga Ketapang.
"Jadi, masyarakat lebih aware sama pengelolaan sampahnya. Enggak lagi ada pembuangan sampah yang sembarangan, atau metode pembakaran atau penimbunan—engga ada lagi di masyarakat. Itu pasti yang paling diharapkan karena mereka garda terdepan yang melindungi [sampah] dari darat ke laut," tutur Darma.
Keresahan yang disampaikan oleh warga membuat SayaPilihBumi berencana membuat komitmen. Komitmen tidak hanya untuk memperkenalkan varian baru, tetapi juga pendampingan dan pelatihan. Warga berharap agar pendampingan ini bisa dilakukan sampai bisa dilakukan secara mandiri, tidak hanya sekadar lokakarya saja.
"Dari pemanfaatan sampah juga bisa mendapatkan pekerjaan atau pendapatan untuk lingkungan, untuk masyarakat sekitar maksudnya. Jadi mudah-mudahan bisa meningkatkan ekonomi sekitar juga," lanjut Darma.
"Tapi yang dibutuhkan mereka adalah keberlangsungan, keberlanjutan dari setiap program yang kita berikan. Sehingga kita mempunyai komitmen dengan karang Taruna di sini," kata Diky Wahyudi Lubis, Head of Community and Campaign SayaPilihBumi.
"Semoga [kegiatan] ini bukan menjadi seremonial saja. Kita bisa melakukan satu proyek bersama untuk memonitoring, membuat sebuah reporting yang terukur dengan teman-teman di sini," lanjutnya.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR