Terakhir, kota Faiyum di Mesir patut disebutkan. Awalnya didirikan oleh orang Mesir kuno sebagai Shedet. Karena permukiman tersebut terobsesi dengan dewa buaya Sobek, orang Yunani menamakannya "Crocodilopolis".
Terletak sekitar 130 kilometer barat daya ibu kota modern Kairo, tembikar dan bangunan di dekat kota tersebut menunjukkan bahwa manusia telah ada di sini sejak sekitar 5.500 SM, menjadikannya kota tertua di Mesir dan salah satu pemukiman tertua di Afrika.
Meliputi sebagian besar Timur Tengah, daerah yang disebut sebagai Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) di sebelah timur Laut Mediterania sering juga disebut sebagai “tempat lahirnya peradaban”. Julukan ini ada berkat munculnya negara-kota seperti Uruk di Mesopotamia kuno, yang semakin mengalami urbanisasi sejak sekitar tahun 6000. bertahun-tahun lalu.
Perkiraan populasi Uruk sangat bervariasi. Namun sekitar 4.900 tahun yang lalu, menurut catatan NewScientist, diperkirakan telah menampung lebih dari 60.000 orang, menjadikannya salah satu kota tertua di dunia.
Pekerjaan komunalnya meliputi kuil dan kanal untuk irigasi. Penduduk Uruk menemukan bentuk tulisan pertama yang diketahui, yaitu tulisan paku, dan teks mereka mencakup karya sastra besar paling awal yang masih ada, The Epic of Gilgamesh, tentang raja legendaris kota kuno tersebut.
Di ujung barat Bulan Sabit Subur, peradaban lain muncul pada waktu yang hampir bersamaan dengan kota-kota Mesopotamia.
Komunitas petani di Mesir juga menjadi semakin terurbanisasi dan, pada 5100 tahun yang lalu, mereka telah bersatu menjadi sebuah masyarakat yang diperintah dari kota Memphis oleh firaun pertama, Narmer.
“Kerajaan pertama” ini menggunakan air Sungai Nil untuk mengairi tanah di sekitarnya, memiliki makam yang rumit –meskipun belum ambisius seperti piramida yang terkenal– dan sistem penulisan dasar yang didasarkan pada hieroglif. Reruntuhan kuno kota ini masih dapat dilihat di dekat kota modern Mit Rahina, tepat di sebelah selatan kota Giza di Mesir.
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Source | : | IFL Science,New Scientist |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR