Nationalgeographic.co.id—Kalau ke Bukit Holbung Samosir, saya teringat dengan film Ngeri-ngeri Sedap yang pernah tayang pada 2022. Tempat ini menjadi latar ketika anak-anak dari Pak dan Mak Domu mendamaikan keduanya yang sedang bertengkar. Kedua orang tua tersebut hanya pura-pura bertengkar, sebenarnya mereka hanya ingin berkumpul dengan anak-anak mereka yang merantau.
Saya pikir, menjadikan tempat ini sebagai penenang isi kepala, seperti yang dilakukan keluarga Domu, adalah pilihan yang tepat. Bukit Holbung di Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir ini terdiri dari beberapa bukit yang menghadap Danau Toba dan Pulau Samosir. Angin berhembus manja bagi siapa pun yang mencari ketenangan di sini.
Kedatangan saya bersama rombongan National Geographic Indonesia dan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) pada Sabtu pagi tidak begitu ramai. Setibanya di Bukit Holbung Samosir, saya menjumpai rombongan anak muda yang hendak atau pulang berkemah.
Rombongan anak muda itu memilih tempat ini karena punya pemandangan yang menakjubkan untuk melihat Danau Toba sekaligus wisata trekking bukit, setidaknya itu yang diungkapkan dua di antara rombongan saat saya jumpai.
Dalam perjalanan Trail of the Kings, kami berjumpa dengan Harmoko Sinaga yang bertugas sebagai Pendamping Desa di Kecamatan Harian. Pekerjaannya adalah mengelola Bukit Holbung dan sekitarnya, termasuk membedayakan UMKM desa agar terlibat dalam pengembangan pariwisata.
Di sekitar pintu masuk Bukit Holbung ada beberapa warung makan dan jajanan yang semuanya dilabeli halal. "Warga di sini 50 persen muslim, 50 persen [beragama] Kristen," kata Harmoko.
"Warung-warung halal ini juga bikin banyak pengunjung misalnya mahasiswa atau keluarga dari luar Danau Toba seperti Medan, Binjai, bisa makan juga. Apalagi, kalau mereka butuh makan saat kemah, jadi bisa disediakan di sini," lanjutnya.
Sepanjang perjalanan ke sini saya juga menemukan banyak menemukan rumah makan muslim, walaupun lokasi ini tidak begitu jauh dari Bukit Sibeabea yang sedang ada pembangunan Patung Yesus Kristus.
"Sejak Sibeabea [mulai] didirikan tahun 2021, jalanan di sekitar jadi ramai, kadang macet kalau hari libur atau hari-hari besar," terang Harmoko.
Harmoko memamerkan, masyarakat Kecamatan Harian berinvestasi sebesar Rp500 miliar tanpa intervensi pemerintah. "Masyarakat sadar untuk terlibat dengan investasi berupa warung, homestay, dan coffeeshop. Begitu juga ketika Bukit Holbung mulai dilirik jadi destinasi wisata," jelasnya.
Investasi ini langsung dirasakan oleh masyarakat ketika Bukit Holbung meledak menjadi incaran wisatawan. Setelah film Ngeri-ngeri Sedap rilis, kunjungan ke Bukit Holbung melonjak sekitar 60 persen hingga saat ini.
Menyaksikan Danau Toba dari ketinggian tanah adat di Togaraja
Upaya mengembangkan investasi pariwisata berbasis masyarakat tidak hanya berlangsung di Bukit Holbung. Togaraja, destinasi anyar di Desa Partungko Naginjang yang masih satu kecamatan, tengah berkembang.
Togaraja resmi dibuka pada Juni 2022 sebagai destinasi wisata. Awalnya, kawasan ini merupakan hutan adat yang luasnya sekitar 40-60 persen di sekitar Desa Partungko Naginjang. Kawasan ini dipenuhi oleh berbagai macam tumbuhan tropis yang mayoritas adalah pohon pinus.
Mitra National Geographic Indonesia dalam perjalanan ini, Irwan Tamrin menjelaskan betapa terbukanya masyarakat Desa Partungko Naginjang untuk pariwisata ini. Sebelumnya, ia adalah ahli penilaian atas desa binaan di desa ini.
"Di Togaraja ini perkembangannya sebagai tempat wisata terhitung pesat dan berjalan mandiri. Keuntungan dan yang terlibat ya warga di sini," tutur Irwan. "Lihat tuh. Tempat ini jadi [destinasi favorit baru]!"
Junny Paranci Sinaga, Ketua Uni Usaha Wisata Desa Wisata Partungko Naginjang mengungkapkan bahwa kelompok adat desa menyadari potensi hutannya untuk menunjang ekonomi masyarakat. Masyarakat pun melihat bahwa Togaraja memiliki pemandangan Danau Toba yang berbeda dari ketinggian.
Sejak saat itu, kelompok adat pun menyeraghkan sebagian tanah dari hutan adat ini ke BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Sampai saat ini, kawasan wisata Togaraja memiliki beberapa fasilitas seperti tempat berkemah, penyewaan tenda, dan tenda glamping.
"Tapi tetap ada beberapa peraturan adat yang harus dipatuhi oleh pengunjung," tegas Junny. Peraturan seperti tata krama ditekankan dalam papan informasi di pintu masuk kawasan Togaraja seperti dilarang mabuk-mabukan. Peraturan ini mengejutkan bagi saya karena mengingat bahwa tuak banyak diminum oleh masyarakat setempat.
"Hutan adat ini sakral bagi orang adat. Minum tuak tidak diperbolehkan karena dianggap menodai kesucian tempat ini. Norma ini harus dijaga. Selain itu tanaman juga tidak boleh dirusak, seperti ditebang atau dibakar sembarangan, agar kesucian Togaraja terjaga," lanjut Junny.
Sampai laporan ini ditulis, Togaraja masih dalam pengembangan oleh masyarakat setempat. Junny mengatakan bahwa UMKM warga sudah ada dan tengah dibangun fasilitasnya di bagian depan kawasan.
Ke depannya, tempat ini tidak hanya untuk berkemah dan berswafoto. Junny menyampaikan akan ada paket agrowisata yang dapat dilakukan di sini dengan aneka tanaman budi daya seperti stroberi, kopi, dan ubi. Paket ini akan dipegang oleh Kelompok Sadar Wisata yang sedang dalam tahap aktivasi.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR