Nationalgeographic.co.id—Diogenes, filsuf Yunani kuno yang hidup pada abad ke-4 SM. Diogenes bukanlah filsuf biasa dalam sejarah Yunani kuno. Pasalnya, dia lebih memilih hidup sederhana dengan menolak harta benda, norma-norma sosial dan apa pun yang menghalanginya mengejar kebajikan.
Diogenes adalah seorang pemikir radikal yang percaya pada kehidupan jujur, bebas dari batasan masyarakat. Ia lahir di Sinope, sebuah koloni Yunani di pantai Laut Hitam yang sekarang disebut Turki, pada abad ke-4 SM.
Ayahnya, Hicesias, adalah seorang bankir dan keluarganya diyakini relatif kaya daam sejarah Yunani kuno. Menurut salah satu legenda, ayah Diogenes dituduh merendahkan nilai mata uang. Akibatnya, keluarganya terpaksa meninggalkan Sinope dan mencari perlindungan di tempat lain.
Tidak jelas ke mana Diogenes pergi setelah meninggalkan Sinope, namun ia akhirnya pergi ke Athena, yang merupakan pusat kehidupan intelektual dan filosofis Yunani pada saat itu.
Di sana, ia menjadi murid Antisthenes, pendiri aliran filsafat Sinis, yang menekankan penolakan terhadap harta benda dan mengejar kehidupan yang sederhana dan berbudi luhur.
Diogenes dikatakan menganut filosofi Sinis dengan sepenuh hati, menolak nilai-nilai pada masanya, termasuk kekayaan, kekuasaan, dan status sosial dan menganjurkan kehidupan sederhana serta swasembada.
Ia percaya bahwa mengejar kesenangan adalah pengalihan perhatian dari mengejar kebijaksanaan, dan bahwa kebahagiaan dan kebebasan sejati hanya dapat dicapai dengan menjalani kehidupan sederhana dan berbudi luhur.
Kaum Sinis percaya pada hidup selaras dengan alam. Mereka melihat pengejaran kesenangan dan kekayaan sebagai gangguan dari tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu pengembangan diri dan pengembangan kebajikan.
Mereka menganjurkan kehidupan dalam kemiskinan dan asketisme, percaya bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan tanpa adanya keinginan materi.
Kaum Sinis percaya bahwa kebajikan adalah kunci menuju kehidupan bahagia. Hal itu dapat dicapai melalui penolakan terhadap harta benda dan pencarian kebijaksanaan serta pengetahuan diri.
Mereka melihat diri mereka sebagai contoh nyata dari filosofi mereka, mendorong orang lain untuk mengikuti jejaknya dalam menjalani kehidupan.
Dalam catatan sejarah Yunani kuno, Diogenes mungkin paling dikenal karena pencariannya yang terkenal akan orang jujur. Diogenes berjalan keliling Athena sambil membawa lampu di siang hari bolong, mengaku sedang mencari orang jujur.
Kisah ini sering disebut-sebut sebagai contoh skeptisisme Diogenes terhadap norma-norma sosial yang berlaku pada masanya, dan keyakinannya akan pentingnya menjalani kehidupan yang jujur.
Perilaku Aneh Diogenes dalam Sejarah Yunani Kuno
Diogenes dikenal karena perilakunya yang eksentrik dan provokatif. Baginya, hal tersebut dimaksudkan untuk menantang norma dan konvensi masyarakat serta untuk menggambarkan keyakinan filosofisnya.
Salah satu tindakannya yang paling terkenal adalah tinggal di dalam tong keramik besar di pasar Athena.
Dengan tinggal di dalam tong, Diogenes menunjukkan bahwa dirinya terbebas dari jeratan kekayaan dan kemewahan yang begitu dihargai pada masanya.
Sebaliknya, ia menganut kehidupan miskin dan sederhana, percaya bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan tanpa adanya keinginan materi.
Terlepas dari reputasinya sebagai filsuf, Diogenes dikenal suka mengemis makanan dan uang. Hal ini bukan karena keharusan, melainkan sebagai cara untuk menunjukkan kemandiriannya dari norma-norma masyarakat dan penolakannya terhadap pengejaran kekayaan juga status.
Dengan mengemis, Diogenes menunjukkan bahwa ia tidak terikat oleh hierarki sosial yang mengatur zamannya. Sebaliknya, ia menjalani kehidupan yang bebas dan mandiri, mengandalkan akal dan kecerdikannya untuk bertahan hidup.
Diogenes juga diketahui sering berjalan telanjang di depan umum, bahkan dalam cuaca dingin. Dia merasa bebas dari rasa malu terkait dengan konvensi sosial yang menentukan cara seseorang harus berpakaian dan berperilaku.
Selain itu, Diogenes juga dikenal suka makan di pasar, tempat ia sering berbagi makanan dengan anjing liar. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan keyakinannya terhadap kesetaraan semua makhluk dan penolakannya terhadap hierarki sosial yang memisahkan manusia dari hewan.
Terakhir, Diogenes diketahui sering buang air di depan umum, bahkan di depan orang lain, yang menunjukkan penolakannya terhadap tabu sosial dan pembatasan yang mengatur fungsi tubuh.
Ketika Diogenes bertemu Alexander Agung
Menurut catatan kuno, Diogenes bertemu Alexander Agung ketika raja Makedonia mengunjungi Athena pada tahun 336 SM dalam catatan sejarah Yunani kuno.
Alexander, yang telah mendengar tentang reputasi filsuf itu, pergi menemuinya di kediamannya di pasar. Ketika Alexander tiba, dia menemukan Diogenes terbaring di bawah sinar matahari. Raja menyambutnya dan bertanya apakah ada yang bisa dia lakukan untuknya.
Diogenes menjawab, "Ya, menonjol dari sinar matahari saya." Alexander terkejut dengan keterusterangan sang filsuf dan menjawab, "Jika saya bukan Alexander, saya akan menjadi Diogenes."
Pertukaran ini menjadi salah satu pertemuan paling terkenal antara seorang filsuf dan penguasa dalam sejarah.
Warisan Filsuf
Meskipun perilakunya tidak lazim, Diogenes adalah seorang filsuf yang disegani pada masanya, dan dikenal karena kecerdasan dan kebijaksanaannya dalam sejarah Yunani kuno.
Ia menulis beberapa karya, namun tidak ada yang bertahan hingga saat ini. Pengaruh Diogenes terhadap filsafat dan budaya telah bertahan selama berabad-abad. Ia tetap menjadi simbol individualisme dan ketidaksesuaian.
Dia disebut-sebut sebagai pengaruh oleh banyak filsuf dan penulis, termasuk Friedrich Nietzsche dan Henry David Thoreau.
Saat ini, warisannya terus menginspirasi mereka yang ingin menjalani kehidupan sederhana dan mandiri. Pencariannya akan orang jujur berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya kebenaran dan kejujuran dalam hidup kita.
Source | : | History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR