Nationalgeographic.co.id—Ketika mengunjungi Tiongkok, Anda bisa menemukan prasasti yang berasal dari ribuan tahun lalu.
Prasasti tersebut bisa berada di gunung suci atau di situs-situs peninggalan kuno. Anda mungkin bertanya-tanya: alih-alih kertas, mengapa orang di Kekaisaran Tiongkok justru mengukir batu untuk menuliskan pesan?
Di Kekaisaran Tiongkok, ukiran batu digunakan untuk menyebarkan pesan dan menunjukkan kekuatan dan kemuliaan. Kaisar dan jenderal militer menggunakan prasasti batu untuk mencatat pencapaian mereka.
Para pemimpin agama menanamkan keyakinan mereka untuk menarik lebih banyak pengikut. Dan para sastrawan menulis puisi atau esai dengan harapan agar karyanya dikenang dan disebarluaskan.
Menurut Records of the Grand Historian, pada tahun 219 SM, Qin Shi Huang melakukan ritual dan pengorbanan di puncak Gunung Tai. Penguasa Kekaisaran Tiongkok itu mengukir prasasti di lereng gunung.
Di pertemuan puncak, Qin Shi Huang mencatat pencapaiannya di atas batu: “Kaisar naik takhta, merumuskan sistem dan hukum yang bijak...setelah menaklukkan dunia, ia tidak pernah berhenti memerintah.”
Qin Shi Huang adalah salah satu dari sekian banyak orang di Kekaisaran Tiongkok yang mengukir pesan di batu.
Sejak itu, para kaisar secara rutin meninggalkan prasasti di Gunung Tai. “Tindakan ini menjadi simbol permanen kepercayaan terhadap kekuasaan dan kekuasaan mereka,” tulis Sun Jiahui di laman The World of Chinese.
Pada dinasti-dinasti berikutnya, banyak kaisar, pejabat, sastrawan, dan bahkan turis yang mengukir pesan di Gunung Tai. Saat ini, lebih dari 2.000 prasasti masih terlihat di gunung tersebut. Termasuk beberapa puisi Mao Zedong yang diukir pada tahun 1960an.
Ukiran untuk memperingati kemenangan perwira militer Dinasti Han Timur (25 – 220) Dou Xian menjadi begitu terkenal sehingga prasasti tersebut melahirkan idiom yang umum di Tiongkok saat ini. Pada tahun 89, Dou memenangkan pertempuran yang menentukan melawan Kekaisaran Xiongnu yang nomaden di Pegunungan Yanran.
Sejarawan Ban Gu, yang merupakan seorang prajurit di pasukan Dou, menyusun esai untuk mencatat pertempuran tersebut. Dou memerintahkannya untuk mengukir esai tersebut di permukaan tebing.
Ungkapan “Mengukir batu di Yanran” telah menjadi ungkapan yang umum digunakan. “Ungkapan ini melambangkan pencapaian tertinggi para jenderal militer,” tambah Jiahui.
Source | : | The World of Chinese |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR