Nationalgeographic.co.id—Ada banyak cara untuk mati dan ada begitu banyak penyebab kematian. Namun apa yang dialami Chrysippus dari Soli, seorang filsuf Yunani, ini sangatlah unik sekaligus tragis.
Dia mati karena leluconnya sendiri. Dia mati karena tertawa. Sungguh sebuah kisah tragis.
Banyak orang pernah menceritakan lelucon yang sangat lucu sehingga dirinya sendiri ikut menertawakannya. Namun, adakah orang yang menceritakan sesuatu yang sangat lucu hingga dia langsung mati seketika?
Ya, ada. Dia adalah filsuf Stoa Yunani, Chrysippus dari Soli.
Kisah tragisnya begini. Setelah melihat seekor keledai telah memakan semua buah aranya, Chrysippus–orang iseng yang gila–menyuruh seseorang untuk memberi keledai itu anggur untuk diminum. Dia kemudian mulai tertawa sampai mati.
Dosis mematikan dari tawa tersebut dirinci dalam Lives of Eminent Philosophers, Volume I, aslinya ditulis oleh Diogenes Laertius dan kemudian diterjemahkan oleh R. D. Hicks, yang berbunyi:
"Beberapa orang mengatakan bahwa dia meninggal karena tertawa berlebihan. Karena melihat keledainya memakan buah ara, dia menyuruh pelayan wanita tuanya untuk memberikan anggur yang belum dicampur kepada keledai itu untuk diminum setelahnya, dan kemudian tertawa begitu keras hingga dia mati."
Namun, jika tulisan Mikhail Bakhtin dalam Rabelais and His World dapat dipercaya, Chrysippus bukanlah satu-satunya yang meninggal karena bercanda pada hari terakhirnya.
“Bakhtin mengutip deskripsi Rabelais tentang kematian Chrysippus dan Master Janotus (yang sama-sama menertawakan keledai mabuk itu),” demikian bunyi sebuah artikel penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Differences, yang tampaknya menunjukkan bahwa beberapa lelucon bisa sangat lucu sehingga bisa menjadi penyebab kematian.
Betapapun lucunya membayangkan seorang filsuf Yunani yang tabah dan temannya tertawa sampai mati karena seekor keledai yang sedang minum anggur, kematian mereka telah dicatat, diterjemahkan, dan ditafsirkan selama lebih dari dua milenium. Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui secara pasti apa penyebab kematiannya, dan kemungkinan besar jika orang Yunani memiliki akses terhadap investigasi post-mortem yang kita gunakan saat ini, mereka mungkin akan sampai pada kesimpulan yang berbeda.
Deskripsi momen terakhir mereka dari Bakhtin tentu saja tidak memberikan gambaran yang paling menyenangkan.
“'Mata mereka berair karena gegar otak hebat yang menekan kelembapan lakrimal dan menyebabkannya mengalir keluar melalui saraf optik’.”
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR