Nationalgeographic.co.id—Masyarakat di Kekaisaran Romawi kuno sangat menyukai konsumsi anggur beralkohol (wine). Kekuasaan Romawi yang mayoritas beriklim sedang di Eropa, memungkinkan anggur ditanam, dikelola, dikonsumsi, serta difermentasi secara masif.
Minuman anggur juga melambangkan kekuasaan, prestise dan kekayaan. Semakin mahal anggur yang dimiliki menunjukkan kekayaan pemiliknya.
Minuman ini bahkan menjadi komoditas prestise di luar bagai memperkenalkan budaya minum teh oleh orang Inggris hari ini.
Meski demikian, pernahkah sahabat membayangkan seperti apa cita rasa anggur yang dibuat pada zaman Kekaisaran Romawi kuno?
Rasanya berbeda dan aneh. Alih-alih hanya rasa fermentasi dan anggur, sebuah penelitian justru mengungkapkan bahwa anggur beralkohol mereka memiliki rasa agak pedas dan berbau seperti roti panggung.
Sahabat pencinta anggur beralkohol mungkin bisa membayangkan betapa aneh rasa sedikit pedas pada minuman fermentasi ini.
Kebiasaan di Kekaisaran Romawi ini terungkap dalam sebuah studi di jurnal Antiquity pada 23 Januari 2024 bertajuk Making wine in earthenware vessels: a comparative approach to Roman vinification.
Penelitian ini dilakukan oleh Dmitri Van Limbergern dari Department of Archaeology, Ghent University dan Paulina Komar dari Faculty of History, University of Warsaw.
Keduanya mencari petunjuk cita rasa minuman anggur beralkohol yang aneh ini berdasarkan analisis pada toples tanah liat atau kendi besar peninggalan Kekaisaran Romawi kuno. Kendi yang diteliti berada di beberapa tempat di Italia seperti Roma, Pompeii, dan Ravenna, serta di Georgia.
Wadah itu disebut sebagai dolia oleh masyarakat Romawi kuno dan qvevri di Georgia. Keduanya berfungsi untuk memproduksi, memfermentasi, dan menyimpan anggur.
Karena terbuat dari tanah liat, wadah dolia berpori. Selain itu bentuknya yang seperti telur dan sebagian terkubur di bawah tanah dan memiliki segel rapat, memungkinkan produksi fermentasi anggur berjalan alami.
Temuan ini "mengubah banyak pemahaman kita saat ini tentang pembuatan anggur masyarakat Romawi," tulis para peneliti.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR