Lebih lanjut, sebagian dari proses fermentasi dengan penambahan ragi alami membuat anggur mengandung rasa "sedikit pedas". Selain itu minuman ini mengeluarkan aroma seperti roti panggang, apel, kenari panggang, dan kari, walau tidak ada bahan terkait.
Ketika membuat minuman, masyarakat Kekaisaran Romawi kuno menambahkan anggur ke dalam campuran tanpa memedulikan warna. Kulit anggur pun dibiarkan tanpa disaring dalam penyaringan, terang para peneliti.
"Hal ini menjelaskan sebagian besar variasi warna anggur kuno, seperti yang dibuktikan dalam sumber-sumber kuno," kata para peneliti di Phys.
Cara produksi ini membuat anggur mereka punya berbagai varian warna seperti putih, kuning kemerahan, merah darah, dan hitam. Hal ini yang kemudian menjawab pertanyaan banyak orang yang berdebat soal minuman anggur masyarakat Romawi yang berwarna merah atau putih.
Kekaisaran yang doyan minum anggur
Dari ujung barat seperti dataran Iberia dan Britania hingga ujung barat Armenia dan Yerusalem, masyarakat Kekaisaran Romawi sangat doyan minum anggur.
Dengan minum alkohol sebanyak-banyaknya, masyarakat Kekaisaran Romawi kuno ingin unjuk kemampuan pengendalian diri dan ketenangan.
Kebiasaan ini dipengaruhi oleh budaya Fenisia di Lebanon dan sekitar Laut Mediterania. Namun, perilaku minum masyarakat Romawi kuno banyak kemiripan dengan kebudayaan Yunani kuno.
Contoh kemiripannya, elite Romawi berkumpul untuk minum anggur di rumah-rumah pribadi dan ruang perjampuan seperti simposium Yunani kuno.
Selain itu, alkohol seperti anggur juga menjadi upacara perayaan keagamaan. Mereka memberi persembahan dan menyembah dewa anggur Romawi kuno Bacchus.
Tradisi ini mirip dengan masyarakat Yunani kuno yang juga menyembah Dionisos, dewa anggur dalam mitologi Yunani kuno.
Dalam hal penghormatan kepada Bacchus, Romawi kuno pernah mengalami masalah nyata yang berhubungan dengan minum anggur.
Perayaannya begitu besar-besaran, sampai-sampai pada 186 SM terjadi kepanikan moral di tengah masyarakat karena perilaku kejahatan seksual di mana-mana.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR