Perang mengganggu pendidikan banyak anak. Evakuasi massal pada tahun 1939 mengganggu sistem sekolah selama berbulan-bulan dan lebih dari 2.000 gedung sekolah diambil alih untuk digunakan dalam perang. Satu dari lima sekolah rusak akibat pemboman, dan serangan udara sering kali menghentikan pelajaran selama berjam-jam, sehingga menyebabkan penurunan jumlah siswa yang hadir.
Meskipun banyak sekolah dievakuasi selama perang, beberapa sekolah lain memilih untuk tetap buka dan 'memanfaatkan sumber daya sebaik-baiknya', mengubah gudang bawah tanah dan ruang bawah tanah menjadi ruang kelas darurat. Persediaan guru, buku, kertas, dan peralatan semuanya terbatas.
6. Bekerja
Selama perang, banyak anak berusia antara 14 dan 17 tahun bekerja penuh waktu. Mereka bekerja di bidang pertanian, perkantoran dan industri besar seperti teknik, produksi pesawat terbang, pembuatan kapal dan pembuatan kendaraan.
Sejak tahun 1941, semua orang yang berusia antara 16 dan 18 tahun diharuskan mendaftar untuk suatu bentuk dinas nasional, meskipun mereka memiliki pekerjaan penuh waktu. Anak laki-laki menerima surat panggilan mereka untuk angkatan bersenjata ketika mereka berusia 18 tahun dan anak perempuan juga diwajibkan wajib militer, baik untuk bergabung dengan salah satu layanan tambahan perempuan atau melakukan pekerjaan perang penting lainnya.
Anak-anak yang lebih kecil diharapkan melakukan bagian mereka dengan menyelamatkan besi tua, kertas, kaca, dan sisa makanan untuk didaur ulang. Mereka juga menggalang dana untuk membeli amunisi, merajut 'kenyamanan' bagi pasukan, dan didorong untuk 'Menggali Kemenangan' di kebun dan lahan.
7. Bermain
Meski dalam kondisi masa perang, anak-anak masih punya waktu untuk bermain dan hiburan. Bioskop populer di kalangan remaja dan anak kecil.
Lokasi bom menjadi area bermain yang menggoda dan tempat berburu suvenir pecahan peluru, dan mainan serta permainan bertema masa perang sangat populer, biasanya buatan sendiri karena kekurangan pada masa perang. Komik dan buku, seperti novel Kapten W E Johns tentang 'Biggles' dan 'Worrals of the Women's Auxiliary Air Force' (WAAF), juga berfokus pada eksploitasi heroik dan petualangan masa perang.
Kedatangan sejumlah besar tentara Amerika (dikenal sebagai GI) dan penerbang pada tahun 1942 merupakan perkembangan yang menarik dan untuk pertama kalinya membawa budaya Amerika kepada anak-anak Inggris. Para prajurit Amerika bermurah hati dengan memberikan coklat dan permen karet yang tidak dijatah, serta mengadakan pesta dan tarian anak-anak di markas mereka.
8. Berakhirnya perang
Source | : | Imperial War Museums |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR