Nationalgeographic.co.id—Sepanjang sejarah, kehidupan tidak selalu berjalan dengan mudah—bahkan jauh lebih sulit daripada apa yang kita alami saat ini—bagi sebagian besar umat manusia.
Hal-hal yang kita anggap sangat kejam saat ini, seperti pembunuhan bayi terhadap anak-anak yang tidak diinginkan, dianggap sebagai hal yang rutin oleh banyak orang di dalam masa-masa sejarah.
Seperti dalam sejarah Sparta, "di Yunani kuno, anak-anak yang tidak diinginkan sering kali ditinggalkan di hutan belantara," .
Di sana, mereka binasa karena terpapar cuaca buruk, kehausan atau kelaparan, serangan hewan liar, atau, jika beruntung, diselamatkan oleh orang yang lewat. Pemerintah Sparta khususnya meningkatkan pembunuhan bayi menjadi eugenika sebagai kebijakan negara.
Menurut Plutarch, dalam biografinya tentang pemberi hukum Sparta kuno, Lycurgus: "Keturunan tidak dibesarkan atas kehendak ayah, tetapi dibawa olehnya ke suatu tempat bernama Lesche, di mana para tetua suku secara resmi memeriksa bayi tersebut."
Plutarch meneruskan, "jika tanah (Lesche) itu kokoh, mereka memerintahkan ayahnya untuk memeliharanya, dan memberinya salah satu dari sembilan ribu bidang tanah."
"Tetapi jika ia lahir dengan buruk dan cacat, mereka mengirimkannya ke tempat yang disebut Apothetae, sebuah tempat seperti jurang di kaki Gunung Taÿgetus, dengan keyakinan bahwa kehidupan yang tidak dilengkapi dengan baik oleh alam pada awalnya demi kesehatan dan kekuatan, tidak ada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi negara," tulisnya.
Bagaimanapun, dalam sejarah Sparta, banyak tejadi pembunuhan bayi. Banyaknya pembunuhan bayi digunakan di banyak masyarakat untuk menyingkirkan anak-anak yang tidak diinginkan.
Orang Yunani kuno banyak mempraktikkan pemaparan (penyakit) pada bayi. Ini adalah metode yang lebih disukai untuk menyingkirkan anak-anak yang tidak diinginkan karena, bagi orang Yunani kuno, hal ini tidak seburuk pembunuhan bayi secara langsung.
Menurut pandangan mereka, nasib bayi yang terekspos berada di tangan para dewa. Mereka mungkin langsung turun tangan untuk menyelamatkan anak tersebut, atau orang yang baik hati mungkin akan melakukannya.
Paparan cacar pada bayi seringkali terjadi dalam konteks masa-masa sulit yang membuat seorang keluarga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan anak-anaknya. Sehingga cara penyingkiran ini menjadi salah satu jalan.
Namun, ada pula yang mengambil tindakan lebih jauh, dan menganggap penyingkiran bayi karena cacar dan penyakit sebagai kebijakan tetua Sparta: eugenika. Filsuf Aristoteles, misalnya, menganjurkan agar bayi yang cacat untuk disingkirkan.
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR