Kita bisa membayangkan anak-anak yang kembali dari sekolah mungkin menghabiskan waktu dengan hewan peliharaan keluarga. Pliny the Younger menyebutkan jika seorang anak di Kekaisaran Romawi memiliki banyak hewan peliharaan. “Ada anggapan bahwa seorang anak yang memiliki hewan peliharaan sebenarnya adalah anak yang memiliki hak istimewa,” tambah McCormack.
Sore hari mungkin juga merupakan kesempatan bagi anak laki-laki dan ayahnya untuk menghabiskan waktu bersama. Salah satunya adalah pergi ke pemandian.
Semua anak Romawi, dari semua kelas sosial, selalu bermain. Anak-anak yang bekerja harus mengambil waktu bermain mereka kapan pun mereka bisa. Biasanya, jalanan menjadi tempat mereka bermain. Anak-anak dari keluarga kaya akan menikmati lebih banyak waktu luang. Anak-anak ini mungkin senang bermain sebagai tentara atau kusir balap kereta favorit mereka. Beberapa di antaranya mengenakan warna tim favorit mereka.
Permainan dan mainan yang populer di kalangan anak-anak termasuk permainan buku-buku jari dan tulang.
Boneka yang terbuat dari tanah liat, kayu, atau gading merupakan bagian dari mainan anak Romawi. Begitu pula bola, yang mungkin terbuat dari kulit yang diisi bulu. Gasing berputar dan lingkaran dengan cincin kecil dipasang untuk menimbulkan suara gemerincing yang dapat membuat anak-anak berguling-guling di jalanan juga populer.
Penghujung hari
Makan utama hari itu, cena, adalah di malam hari. Makanan yang tersedia bagi anak dari keluarga miskin antara lain gandum rebus, roti, kacang-kacangan, daun bawang, dan bibir domba. Bagi masyarakat kaya, terdapat lebih banyak pilihan termasuk buah-buahan, keju, telur, sayuran, ikan, dan daging.
Ketika hari itu berakhir, anak-anak Romawi dan keluarga mereka bersiap untuk beristirahat. Baskom dan kendi berisi air digunakan untuk mencuci, pispot dipasang, api di sekitar ruang tamu yang digunakan untuk penghangat dan penerangan dipadamkan. Pintu serta daun jendela ditutup rapat.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR