Tahun-tahun terakhir pemerintahan Commodus dibayangi oleh meningkatnya ketidakpuasan di kalangan elite Romawi, militer, dan bahkan orang-orang di lingkaran dalamnya.
Ketidakpuasan ini memuncak dalam serangkaian konspirasi yang bertujuan untuk mengakhiri pemerintahannya, yang selama ini ditandai dengan pemborosan, perilaku tidak menentu, dan kecenderungan otokratis.
Benih-benih konspirasi ditaburkan melalui tindakan Commodus sendiri: ketidakpeduliannya terhadap Senat, eksekusi orang-orang yang dianggap musuh tanpa pengadilan, dan perilakunya yang semakin tidak terduga membuat banyak orang yang pernah setia kepadanya terasingkan.
Upaya signifikan pertama terhadap kehidupan Commodus terjadi pada tahun 182 M, yang diatur oleh anggota keluarga dan penasihat dekatnya sendiri.
Namun rencana ini dengan cepat terungkap, menyebabkan eksekusi beberapa konspirator, termasuk saudara perempuannya Lucilla.
Meskipun demikian, Commodus tidak mengubah cara hidupnya. Pemerintahannya terus ditandai dengan kecurigaan dan pembersihan, yang semakin mengasingkan orang-orang di sekitarnya.
Ketika kaisar menjadi semakin terisolasi, konspirasi melawannya semakin putus asa.
Titik balik terjadi pada akhir tahun 192 M, ketika sebuah plot baru dirancang oleh sekelompok kecil yang terdiri dari bendahara, Eclectus, gundiknya, Marcia, dan Pengawal Praetorian, Quintus Aemilius Laetus.
Motivasi di balik tindakan mereka adalah kombinasi dari keluhan pribadi, oportunisme politik, dan kepedulian yang tulus terhadap stabilitas kekaisaran.
Pada tanggal 31 Desember 192 M, para konspirator beraksi. Commodus diracuni oleh Marcia, tetapi ketika racun itu hanya membuatnya sakit, Narcissus, seorang pegulat, dikirim untuk mencekiknya di bak mandi.
Kematiannya awalnya dirahasiakan. Hal ini untuk memastikan kelancaran transisi kekuasaan, dengan Pertinax, seorang senator dan perwira militer yang dihormati, dinyatakan sebagai kaisar pada hari berikutnya.
Berita pembunuhan Commodus di Kekaisaran Romawi kuno disambut dengan rasa lega dan ketakutan, ketika Roma bersiap menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR