Kemudian datanglah Naram-Sin, putra Manishtusu. Naram-Sin diakui sebagai salah satu penguasa Akkadia terbesar, meskipun kontroversial, yang memerintah selama 36 tahun dan memperluas batas kekaisaran serta melakukan berbagai pencapaian militer.
Menurut legenda, ambisi dan keangkuhan Naram-Sin (dia menyebut dirinya sebagai dewa yang hidup) mengecewakan dewa Akkadia dan membawa pembalasan ilahi, yang menyebabkan kehancuran Akkad pada masa pemerintahan putranya, Shar-Kali-Sarri. Seperti nenek moyangnya, Shar-Kali-Sarri menghadapi pemberontakan yang kejam sepanjang masa pemerintahannya. Namun, menurut cerita, ia akhirnya dikalahkan oleh pasukan barbar yang dikenal sebagai Gutian, yang mengakhiri kekaisaran dan menciptakan zaman kegelapan baru.
Meskipun tidak ada bukti sejarah yang mendukung elemen-elemen yang lebih fantastik dari cerita ini (tentu saja), para sejarawan dan arkeolog kini percaya bahwa perubahan iklim mungkin berkontribusi terhadap keruntuhan Kekaisaran Akkadia. Dalam interpretasi peristiwa modern ini, perubahan iklim menyebabkan kelaparan yang tidak hanya mengganggu perdagangan, tetapi juga pada akhirnya melemahkan kekaisaran sehingga tidak mampu lagi menghadapi berbagai pemberontakan atau invasi yang akhirnya terjadi.
Raja terakhir Akkad, Dudu dan putranya Shu-Turel, tidak memiliki kekuatan yang sebanding dengan raja-raja di kerajaan besar. Mereka hanya dapat memperluas pengaruhnya ke wilayah sekitar kota. Nama mereka jarang dikaitkan dengan tokoh masa lalu mereka dan akhirnya Kota Akkad sendiri pun hilang dari ingatan, hanya menjadi legenda dan misteri.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR