Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kembali minat generasi kedua dan ketiga masyarakat Maluku terhadap bahasa asli. Bahasa-bahasa ini disembunyikan oleh para tetua demi alasan kesatuan, dan akibatnya beberapa bahasa telah hilang.
Namun, masyarakat Saparua menyusun kamus untuk bahasa mereka pada tahun 1998. Masyarakat Maluku telah menyelenggarakan kelas bahasa dalam beberapa bahasa tanah dan ada kecenderungan bagi penyair dan seniman pertunjukan untuk menggabungkan kata-kata dari berbagai bahasa dengan percakapan sehari-hari dalam bahasa Melayu.
Ada minat yang kuat di universitas-universitas di seluruh dunia terhadap bahasa tanah, dan proyek penelitian akademis telah mendukung peluncuran kembali bahasa-bahasa tersebut.
Saat ini di Belanda, masyarakat Maluku tinggal di distrik-distrik terpisah yang dikenal sebagai Molukse wijk, tersebar di seluruh negeri dalam sebagian besar wilayah regional. Lingkungan-lingkungan ini terus menjadi pusat penting dari pengalaman orang Maluku.
Sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 2009 oleh Netherlands Institute for Social Research menunjukkan bahwa sekitar 45 persen generasi kedua dan 40 persen generasi ketiga masyarakat Maluku masih tinggal di lingkungan ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat juga kekhawatiran di kalangan masyarakat Maluku atas potensi hilangnya wijk Molukse. Ketakutan seputar perambahan orang non-Maluku ke distrik-distrik ini juga mengakibatkan protes dan vandalisme untuk mendukung eksklusivitas orang Maluku.
Ketakutan tersebut juga mendorong terbentuknya kelompok hak asasi masyarakat seperti Maluku Maju di kota Hoogeveen di timur laut. Kelompok-kelompok ini berupaya menyuarakan pelestarian sifat khas Molukse wijk dan memberikan dukungan kepada penduduk setempat.
Masyarakat Maluku tidak diuntungkan dalam hal pekerjaan dan diskriminasi terhadap mereka masih terjadi. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Maluku memiliki tingkat pendidikan yang jauh lebih rendah dibandingkan masyarakat Belanda pada umumnya.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR